Monday, August 22, 2005

Streaming Bisa Mudah dan Fungsional, Tapi Sayang....

Streaming membuat hidup tidak membosankan. Tidak salah jika anggapan macam itu muncul, khususnya dari para pegawai kantoran yang hampir setengah dari waktunya setiap hari berhadapan dengan tumpukan tugas yang bikin pusing kepala dan komputer yang tentunya terhubung dengan Internet. Saat sedang bete, diam-diam agar tidak terlihat si boss, kita bisa membuka browser Internet Explorer untuk nonton siaran ulang berita Liputan 6 SCTV atau cuplikan-cuplikan film baru yang bakal beredar di Indonesia.

Web Jadi Makin Interaktif

Orang kantoran yang benar-benar sibuk hampir tidak memiliki waktu untuk menonton televisi. Untunglah ada teknologi streaming, tak perlu takut jadi kuper atau bolot karena ketinggalan berita politik atau informasi hiburan menarik yang ada di sekitar kita. Dengan komputer kantor yang kompatibel dan memenuhi syarat untuk streaming, mereka bisa streaming video atau suara dari kantornya.

Banyak kecanggihan ditawarkan melalui Internet. Banyak aplikasi gratis yang bisa kita dapat untuk memuaskan kebutuhan kita akan informasi, bahkan juga pergaulan. Tak perlu jadi orang kuper dalam pergaulan dalam untuk menjadi akrab dengan teknologi. Dari Internet kita sudah mengenal banyak aplikasi asyik, di antaranya adalah Instant Messaging (IM). Sebut saja Yahoo Messenger, MSN Messenger, dan ICQ – semua termasuk aplikasi IM yang banyak digunakan. Yahoo Messenger versi teranyar adalah salah satu aplikasi yang bisa digunakan untuk melakukan streaming suara. Tinggal pilih jenis musik yang kita inginkan, musik pun akan dimainkan untuk kita.

Wajah World Wide Web mulai berubah menjadi lebih manis dengan adanya berbagai fitur dan kelengkapan teknologi yang ditawarkan. Streaming pun mulai dikembangkan ke arah yang lebih interaktif dan banyak dilirik sebagai solusi di berbagai bidang – industri bisnis komersil, industri media, dan pendidikan.

Berbagai Bidang dan Banyak Arah

Teknologi streaming mulai berkembang ke arah yang lebih canggih. Penggunaannya bukan sekadar satu arah saja, sekarang pengguna komputer bukan hanya duduk sebagai penonton di depan layar monitornya, tapi juga sebagai tokoh dalam streaming. Salah satu contoh komunikasi dua arah dalam streaming adalah video conferencing melalui Internet.

Konferensi video di Internet mulai banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan world wide. Streaming macam ini sudah pasti berlangsung secara real time dan live, semua pihak yang mengikuti konferensi melalui Web terhubung dan bisa mendengar dan saling menyaksikan satu sama lain. Dalam konferensi semacam ini, informasi yang mengalir tidak perlu disimpan dulu ke media penyimpanan atau server streaming. Orang tak perlu lagi datang ke kantor untuk bekerja, semua bisa dilakukan secara remote – cukup dengan akses ke jaringan kantor, semua tugas, rapat, atau pertemuan dengan klien bisa dilakukan dari jarak jauh.

Sekarang, kita bicara tentang industri media. Di Indonesia sudah cukup banyak situs berita, baik itu radio atau televisi, yang menyediakan fasilitas streaming. Melihat besarnya pengaruh streaming dalam penyampaian informasi, bukan tak mungkin streaming akan menggantikan keberadaan media cetak dan televisi. Streaming tampaknya telah diperhitungkan oleh para pengusaha media. Hal ini terlihat dengan makin ketatnya persaingan antarmedia. Streaming dimanfaatkan oleh media untuk menjaring lebih banyak pemirsa. Kita jadi punya banyak pilihan akses - dari ratusan bahkan ribuan kanal TV yang ada di dunia, kita bisa memilih mana yang ingin kita saksikan.

Impian Pendidikan Digital

Streaming juga bisa dimanfaatkan dalam bidang pendidikan. Sayangnya, di Indonesia belum ada sistem pendidikan yang menerapkan streaming untuk membantu proses belajar-mengajarnya. Namun, bukan tak mungkin jika mimpi itu bisa terwujud nantinya. Bayangkan jika untuk mata kuliah tertentu, murid atau mahasiswa tak perlu datang ke sekolah atau kampus. Para pengajar hanya perlu membuat sebuah video pengajaran untuk disimpan di server streaming. Untuk belajar atau mendapatkan tugas-tugasnya, murid hanya perlu melakukan streaming. Presentasi sang guru bisa ditonton dari rumah dan tugas-tugas para murid dikumpulkan melalui e-mail.

Pendidikan digital seperti ini sebenarnya bisa menguntungkan banyak orang. Hidup serba instan membuat segalanya menjadi lebih mudah. Tapi perlu diingat, dengan cara hidup digital, bukan berarti kita jadi orang yang malas dan terisolasi dari pergaulan.

Asal Bandwidth Besar, Streaming Pasti Lancar

Untuk bisa menikmati asyiknya streaming, memang dibutuhkan kapasitas bandwidth yang besar untuk mengakses Internet. Sayangnya, pemerintah kita masih kurang memperhatikan kebutuhan rakyat akan teknologi. Hal ini terlihat dari kurangnya infrastruktur jaringan Internet Indonesia. Perlu dana besar untuk membayar bandwidth supaya bisa menyediakan jasa streaming. Inilah kendala yang dihadapi dunia Internet Indonesia.

Data-data yang ditransmisikan dari server streaming ke komputer kita berkapasitas cukup besar, bisa mencapai ratusan Mbps. Pastinya dengan kapasitas sebesar itu, butuh bandwidth yang juga besar untuk mengakses file streaming tersebut. Kalau bandwidth yang tersedia sangat kecil, sebaiknya kita ucapkan saja selamat tinggal buat streaming.

Streaming Bukan Cuma Untuk PC

Teknologi streaming juga menjadi ajang bisnis para operator telekomunikasi. Saat ini, baru ada 2 operator GSM yang bisa menyediakan fasilitas streaming bagi para pengguna layanannya – Telkomsel dengan kartu Halo dan SIMpati-nya, serta Satelindo dengan Matrix dan IM3-nya. IM3 adalah kartu seluler pertama yang menyediakan jasa streaming di Indonesia. Untuk operator CDMA di Indonesia, yang telah menyediakan fasilitas streaming adalah Fren Mobile 8 dan Telkom Flexi.

Apa saja yang bisa diakses dari streaming melalui ponsel? Ada beberapa jenis streaming yang bisa diakses melalui ponsel kita – di antaranya adalah nasihat bijak Aa Gym, traffic monitoring, dan Liputan 6 SCTV. Mau pergi ke daerah macet, gak perlu kuatir bakal terjebak di jalan, kita bisa mengintip TV kecil kita untuk melihat jalan arteri mana yang bisa kita pilih untuk lolos dari kemacetan. Saat sedang butuh untuk merenung, kita bisa melihat streaming-nya Aa Gym untuk mendengar petuah-petuah bijaknya. Saat butuh informasi terkini tentang kondisi politik negara, padahal kita tak punya waktu untuk menonton TV, kita bisa melihat streaming berita Liputan 6 SCTV. Apa sih yang gak bisa dilakukan dengan teknologi saat ini? Pokoknya, dengan teknologi, hidup kita semakin simpel.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, Juni 2004)

Dasar-dasar Streaming:
Streaming Itu Apa Sih?



Teknologi multimedia melalui Internet semakin berkembang secara online. Perkembangan coding dan decoding untuk gambar maupun suara juga semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan komputer. Istilah streaming sudah sering kita dengar. Tapi, seperti apakan streaming sebenarnya? Apakah streaming hanya sekadar menonton siaran hiburan atau mendengar radio melalui Internet saja? Pastinya ada banyak hal yang perlu dipelajari mengenai teknlogi yang satu ini.

Seperti Sungai

Streaming sebenarnya adalah proses pengiriman data kontinu alias terus-menerus yang dilakukan secara broadcast melalui Internet untuk ditampilkan oleh aplikasi streaming pada PC (klien). Paket-paket data yang dikirimkan telah dikompresi untuk memudahkan pengirimannya melalui Internet.

Kenapa disebut streaming? Stream berasal dari bahasa Inggris stream yang artinya sungai. Proses streaming bisa diibaratkan seperti aliran air di sungai yang tak pernah terputus kecuali jika sumber mata airnya mengering. Seperti aliran air di sungai, aliran data streaming dilakukan tanpa ada interupsi dan dilakukan secara kontinu hingga datanya habis, artinya telah selesai dikirim dan ditampilkan dalam PC si pengguna.

Streaming Makin Sederhana

Dulu, sebelum teknologi streaming semaju saat ini, kita perlu men-download file streaming sampai habis (utuh) ke dalam komputer untuk bisa menonton atau mendengarkannya. Bayangkan berapa banyak waktu yang harus kita buang demi men-download file tersebut. Sekarang kita makin dimanjakan oleh teknologi. Melakukan streaming suara atau bahkan video bisa dilakukan dengan mudah, tak perlu membuang banyak waktu untuk menunggu di depan komputer karena aplikasi di klien akan langsung menampilkan suara tanpa menunggu keseluruhan data selesai diambil. Kita hanya perlu mengklik di satu link di situs yang memang menyediakan fasilitas streaming, menunggu sebentar proses loading dan buffering, dan siaran hiburan atau berita pun muncul di depan mata kita. Tapi perlu diingat, diperlukan spesifikasi sistem yang sesuai untuk bisa cepat melakukan streaming.

Streaming Media

Streaming suara sering juga disebut sebagai streaming media. Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi MPEG (Moving Picture Experts Group) yang diakui oleh ISO (Internation Standard Organization). Teknik kompresi suara menggunakan istilah coding dan decoding. Proses coding dilakukan pada sisi server (coder) sedangkan proses decoding dilakukan oleh klien (decoder). Proses coding dilakukan server untuk mengkompresi data sebelum dikirimkan ke klien melalui Internet, dan decoding dilakukan oleh klien untuk ditampilkan data tanpa kompresi. Proses kompresi dan dekompresi oleh coder dan decoder ini sering disingkat menjadi codec. Proses codec bisa dilakukan menggunakan algoritma standar MPEG. Sebagai informasi, beberapa versi MPEG telah dikembangkan secara massal (MPEG versi 1 dan 2). MPEG versi 3 telah dikembangkan untuk proses broadcast HDTV (High Definision Television). Hingga saat ini, sudah ada 7 versi MPEG, dan versi 6 digunakan oleh NASA untuk mentransfer rekaman pesawat tanpa awak Pathfinder di Mars.

Dengan teknik codec yang berkembang semakin baik, kini banyak para pengguna Internet yang bisa melakukan streaming suara (audio). Ada dua macam streaming, streaming suara dan video. Untuk melakukan streaming suara, kita hanya perlu memiliki koneksi internet antara 16 hingga 48Kbps. Dengan koneksi semacam ini, para pengakses dial-up pun bisa melakukan streaming suara. Streaming suara bisa dilakukan secara live, artinya real-time dan seluruh pengguna Internet yang mengakses streaming dari channel yang sama akan menerima data yang sama pula. Streaming suara yang populer dan paling banyak diimplementasikan adalah siaran radio FM. Dengan streaming, kita bisa mendengarkan siaran di radio FM manapun di mana saja, tidak perlu berada di daerah yang terjangkau oleh pemancarnya.

Aplikasi di klien terintegrasi dengan server melalui browser Internet. Untuk melakukan streaming, browser-lah yang mulai memanggil aplikasi untuk menjalankan streaming dan mengakses server. Sudah cukup banyak siaran radio AM dan FM yang bisa didengarkan melalui Internet. Beberapa di antaranya punya alasan untuk menjangkau para pendengar yang lokasinya jauh dari jangkauan siaran pemancar mereka. Bahkan ada juga yang hanya mengadakan siaran melalui Internet – menghadirkan musik jazz atau musik dansa keren, serta berita dalam berbagai bahasa dunia. Untuk bisa mendengarkannya, kita hanya perlu untuk tune in menggunakan streaming audio player. Aplikasi streaming audio player yang banyak digunakan orang di antaranya adalah Nullsoft Winamp, Microsoft Windows Media Player, MusicMatch Jukebox, Apple QuickTime, dan RealNetworks RealOne Player.

Format Streaming

Ada tiga jenis format streaming yang banyak digunakan dalam situs-situs Internet. Mereka adalah format Real Media (.rm/.ra/.ram), Windows Media (.asf/.wmf/.asx) dan QuickTime (.mov). Tak ada yang sempurna, begitu juga dengan format-format tersebut. Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri. Sebagai contoh, format Real Media dan Windows Media bisa dikatakan sangat andal untuk melakukan streaming, tetapi kurang bagus untuk melakukan proses editing dan playback. Sedangkan, Format QuickTime yang merupakan format streaming paling lawas yang sudah ada sejak tahun 1991, dianggap cukup andal untuk mendukung proses streaming, editing dan playback.

Untuk bisa menikmati streaming menggunakan ketiga format tersebut, kita perlu menginstal semacam player untuk streaming. Umumnya situs-situs yang menawarkan fasilitas streaming juga menyedia aplikasi player yang bisa diinstal langsung dari situs tersebut. Sebaiknya, dalam satu komputer, kita menginstal tiga player sekaligus (QuickTime Player, Windows Media Player, dan RealOne Media Player) karena setiap situs di Internet belum tentu menggunakan format streaming yang sama.

Kamus Streaming

Media Streaming
Sebuah teknlogi yang memungkinkan distribusi data audio, video dan multimedia secara real-time melalui Internet. Media streaming merupakan pengiriman media digital (berupa video, suara dan data) agar bisa diterima secara terus-menerus (stream). Data tersebut dikirim dari sebuah server aplikasi dan diterima serta ditampilkan secara real-time oleh aplikasi pada komputer klien.

Buffering
Proses atau kondisi yang terjadi saat sebuah player untuk media streaming sedang menyimpan bagian-bagian file media streaming ke tempat penyimpanan lokal. Kebanyakan player menyimpan hanya sebagian kecil dari sebuah presentasi streaming sebelum memulai streaming. Proses buffering juga bisa terjadi di tengah-tengah streaming, biasanya hal seperti ini terjadi jika bandwith yang diperlukan untuk memainkan streaming kurang sesuai atau kurang memenuhi besar bandwidth dari yang seharusnya.

Bandwidth
Jumlah data yang bisa ditransmisikan dalam ukuran waktu yang telah pasti. Untuk peralatan digital, biasanya bandwidth dibuat dengan satuan bit per seken atau byte per seken – berbeda dengan peralatan analog yang memiliki standar ukuran cycle per seken atau Hertz (Hz).

Broadcast
Sebuah proses saat data secara simultan dikirimkan ke semua stasiun dalam sebuah jaringan.

Buffer
Tempat penyimpanan sementara (penyangga) yang dialokasikan dalam sistem secara random untuk menyimpan data-data sebelum dikirim atau disimpan ke bagian lain dari sistem. Dalam aplikasi streaming, buffer menyimpan data video atau audio sampai semua informasi yang cukup untuk melakukan streaming terkumpul semua.

Video Digital
Kunci dari konten media streaming. Biasanya video digital dikonversi dari data-data video analog. Sinyal video digital direpresentasikan dengan bilangan 0 dan 1, sedangkan sinyal analognya direpresentasikan dengan fluktuasi sinyal yang tersimpan di storage – perbedaan analog dan digital dalam sinyal video sama dengan perbedaan analog dan digital pada sinyal audio.

Encoder
Aplikasi perangkat keras atau software yang dipakai untuk mengkompresi sinyal-sinyal audio video untuk melakukan streaming.

(Rertituta Ajeng Arjanti & Budi Pria Panca, PCplus, Juni 2004)

Sunday, August 21, 2005

Teknologi 3G: Jalan Tol Menuju Masa Depan Telekomunikasi (3G - 3)

Membicarakan 3G di masa ini, harusnya bukan merupakan satu hal yang aneh. Apalagi jika mengingat sudah ada banyak negara yang menerapkan teknologi komunikasi canggih tersebut. Yang membuat sedih, sementara di negara lain teknologi komunikasi digenjot supaya semakin maju, di negara kita justru kemajuan teknologi terasa ditahan-tahan.

Kebutuhan akan jalur komunikasi dan akses informasi yang lebih lebar bisa terjadi karena adanya perubahan atau tuntutan gaya hidup seseorang. Sebagai ilustrasi, kalau dulu, waktu si Ciplus masih duduk di bangku SMU, ia sudah cukup puas dengan fitur SMS pada ponselnya. Kemudian, setelah ia kuliah dan tahu lebih banyak tentang dunia perponselan, ia pun ingin mencoba untuk browsing atau men-download aplikasi-aplikasi melalui ponsel GPRS-nya. Setelah bekerja, Ciplus membutuhkan akses yang lebih tinggi lagi –ia harus selalu terhubung dengan Internet supaya bisa selalu “on” berhubungan dengan klien-kliennya di luar negeri, Ia pun harus mencari perangkat yang mantap.

Banyak orang di negara kita yang seperti Ciplus. Mereka ingin beralih, seiring dengan perkembangan dunia komunikasi selular, dari standar 2G (GSM biasa), ke 2,5G (GPRS), lalu ke standar 2,75G (EDGE). Merasa belum puas, mereka pun menanti datangnya 3G.

Fakta Selular Masa Kini

Banyak orang punya kebiasaan yang berbeda. Layanan data yang mereka gunakan bisa berbeda di setiap waktu. Tiap pengguna juga belum tentu selalu mengakses layanan yang sama. Hal tersebut disampaikan oleh Merza Fachys, ICM Business Development PT Siemens Indonesia, dalam forum diskusi mengenai 3G yang diadakan di Upstair Lounge, Plaza Senayan, Jakarta, Rabu lalu (22/09).

Berbagai layanan aplikasi 2G dan 2,5G telah diterapkan oleh para operator dan vendor telekomunikasi. Sebut saja akses Internet seperti browsing Web dan WAP, layanan messaging (SMS/MMS/e-mail), layanan hiburan seperti download game dan ringtone, serta layanan M-Commerce seperti mobile banking dan mobile ticketing –semua bukan hal yang baru lagi di dunia mobile selular. Dengan makin membludaknya jumlah subscriber layanan selular, tak heran jika jalur selular pun semakin padat.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siemens di pasar data mobile Indonesia, diperoleh hasil bahwa 30 persen pengguna ponsel di negara kita menggunakan layanan data mobile-nya untuk memperoleh hiburan dan membunuh rasa suntuk. Dua puluh delapan persen pengguna menggunakannya untuk mengakses berita dan informasi. Layanan mobile finansial berada di tempat ketiga dengan jumlah pengguna sebanyak 12 persen. Dan, hanya 2 persen yang menggunakan layanan data mobile untuk mengakses game.

Gambaran 3G

Banyak vendor telah melempar produk handset 3G-nya di pasar luar negeri. Contohnya adalah Nokia dengan ponsel berseri 6230, 7610, dan 7200. Siemens juga telah melempar handset 3G-nya ke pasar luar negeri, semua model 3G-nya diawali dengan huruf U (UMTS) di depan namanya –contohnya adalah Siemens U15.

“People need realtime multimedia, not only voice and data.” Dengan jaringan teknologi 3G, utamanya yang bisa diperoleh oleh para pengguna telekomunikasi adalah kecepatan akses. Dengan GPRS, atau yang dikenal dengan teknologi 2G, para techy memang sudah bisa memperoleh layanan akses Internet mobile serta video streaming, namun aksesnya sering tersendat-sendat. Nah, dengan 3G, mereka pun bisa memperoleh hal yang sama, dibalut dengan berbagai tambahan fitur plus kecepatan yang jauh lebih kencang. Kecepatan akses yang dijanjikan oleh teknologi 3G tidak main-main. Perbedaannya bisa dilihat di Tabel Perbandingan Tipikal Data Rate Jaringan.

Layanan-layanan yang bisa diperoleh dalam 3G bukan sekadar komunikasi suara atau Internet mobile, seperti yang sudah bisa kita peroleh dengan GPRS. 3G juga mampu memberikan layanan video on demand.

Ada beberapa negara yang telah mengimplementasikan 3G, misalnya di Jepang dan Korea. Di sana, para pemilik ponsel 3G sudah bisa bercakap-cakap sambil melihat wajah lawan bicaranya pada layar ponsel. Mereka pun bisa menonton film atau melakukan video streaming dengan lancar, tidak terputus-putus. Dengan 3G, nonton TV pun bisa dilakukan lewat ponsel. Singkatnya, teknologi 3G menggabungkan fungsi ponsel, Internet, dan multimedia.

Tantangan 3G

Asia akan memimpin pertumbuhan global di bidang layanan data. Ini adalah prediksi dari Forum UMTS. Saat ini, Jepang merupakan negara Asia yang paling maju di bidang teknologi komunikasi. Negara tersebut telah mengimplementasikan 3G sejak tahun 2001.

Bagaimana dengan 3G di Indonesia? Amat disayangkan, perkembangan teknologi 3G di Indonesia sedikit dihambat oleh pemerintah kita. Infrastruktur jaringan 3G berbeda dengan EDGE yang bisa beroperasi di jaringan GSM. Untuk implementasi 3G, perlu ada alokasi frekuensi jaringan baru dan persiapan infrastruktur yang sedikit berbeda. Operator yang telah lama berkiprah di Indonesia kesulitan memperoleh lisensi untuk alokasi frekuensi jaringan 3G. Sepertinya pemerintah berpikir untuk memberikan lisensi alokasi frekuensi jaringan kepada operator yang baru, bukan operator-operator yang telah exist yang notabene sudah malang melintang di dunia selular.

Siemens, seperti disampaikan oleh Merza, telah menyuplai infrastrukstur bagi 50 persen negara di dunia yang telah menggunakan 3G. Selama ini, Siemens dan Telkomsel telah bekerja sama untuk mempersiapkan jaringan 3G.

“Jika pemerintah telah mengeluarkan ijin alokasi frekuensi untuk 3G, maka dalam waktu 6 bulan setelahnya, Telkomsel siap untuk menjalankan 3G di Indonesia”, ujar Yoseph Garo, General Manager Technology & Strategic Network Telkomsel. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah kapan ada ijin lisensi 3G bagi para operator existing di negara kita, dan berapa harga yang akan dipasang untuk mengakses layanannya.

Sebagai informasi, saat ini sudah ada 2 perusahaan di luar operator existing yang telah memegang lisensi 3G di Indonesia. Mereka adalah Lippo Telkom dan Cyber Access. Lippo Telkom baru saja memperoleh lisensi 3G, sedangkan Cyber Access telah mendapatkannya sejak Oktober 2003. Namun hingga saat ini, belum ada aksi apapun dari keduanya.

Kendala lain yang jadi batu sandungan untuk perkembangan 3G di Indonesia adalah keterbatasan dalam penetrasi handset berbasis 3G. Selain harganya masih sangat mahal, belum banyak orang yang merasa perlu menggunakannya. Di Indonesia, content provider untuk aplikasi 3G juga masih sangat terbatas –belum seperti di luar negeri.

Pengembangan layanan data mobile sebenarnya merupakan peluang bisnis yang menjanjikan, khususnya bagi para penyedia konten dan aplikasi. Yoseph menyampaikan bahwa penetrasi handset dan platform 3G bakal mem-booming pada tahun 2006. Booming ini tentunya perlu dibarengi dengan persiapan infrastruktur jaringan 3G. Yang perlu kita tunggu sekarang adalah ijin dari Regulator, untuk mewujudkan mimpi kita untuk masuk ke dalam jalur tol dunia selular.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, September 2004)

EDGE: Pembuka Jalan Tol 3G (3G - 2)

Teknologi ini disebut-sebut sebagai solusi kemacetan di jalur selular masa kini. EDGE, singkatan dari Enhanced Data Rates for GSM Evolution, merupakan evolusi dari teknologi GPRS (General Packet Radio Services). Yang ditawarkan olehnya sudah pasti lebih banyak ketimbang yang ditawarkan oleh GPRS. Utamanya adalah dalam hal kecepatan akses dan transfer data –EDGE tiga kali lebih kencang ketimbang GPRS.

Orang-orang, khususnya kaum techy yang sibuk dan harus selalu mobile, pastinya memiliki kebutuhan akan komunikasi dan akses informasi yang instan. Daripada naik tangga, mendingan naik eskalator. Daripada naik eskalator, mendingan naik lift. Toh ada teknologi yang lebih baik.

GPRS yang secara teori diklaim punya kecepatan akses sekitar 115 kbps (kilobyte per seken), umumnya hanya mampu berjalan dengan kecepatan maksimal sekitar 53 kbps –dengan kecepatan rata-rata untuk browsing 20-30 kbps. Sedangkan EDGE, secara teoritis, yang diklaim memiliki kecepatan akses hingga 470 kbps, hanya memiliki kecepatan maksimal sekitar 237 kbps, dengan kecepatan rata-rata untuk browsing 80-130 kbps.

Meskipun angkanya tak sesuai dengan teori, tetap EDGE lebih unggul ketimbang GPRS. Tambah lagi, jumlah data yang bisa ditampung oleh EDGE di jalur selular, juga jauh lebih besar ketimbang GPRS.

EDGE Si Generasi 2,75

Yang terpenting adalah kecepatannya. Dulu, orang bermimpi untuk bisa mengakses Internet dengan ponselnya. Praktis, cepat, bisa dilakukan kapan saja di mana saja. Teknologi pun berkembang. Ponsel kini tak ubahnya seperti PC, bisa jadi teman bekerja. Ponsel pun bisa disulap menjadi modem -bisa dihubungkan dengan PC- dan dipakai untuk mengakses Internet.

Jika GSM digolongkan sebagai teknologi komunikasi generasi kedua (2G), GPRS dikenal sebagai generasi ke 2,5 (2,5G). EDGE yang notabene adalah pengembangan dari GPRS rupanya belum dianggap sebagai teknologi generasi ketiga. EDGE masih disebut sebagai generasi ke 2,75 (2,75G), pintu menuju jalan tol 3G –jalur selular yang anti macet.

Menurut Yoseph Garo, General Manager Technology & Strategic Network PT Telkomsel, EDGE sudah mendukung semua layanan yang ada pada 3G, namun secara teknologi tidak dimasukkan ke dalam kelas 3G. Dengan arti lain, EDGE adalah pembuka jalan untuk menyambut era 3G. Perlahan, dengan perubahan yang sangat signifikan namun tak terasa, dari era 2,5G kita bisa beralih ke 3G melalui EDGE.

EDGE merupakan standar untuk akses data nirkabel yang diimplementasikan pada jaringan GSM. Sama dengan GPRS, EDGE pun bisa berfungsi sebagai modem. Jika EDGE bisa menggantikan fungsi modem, apalagi dengan kecepatan yang tinggi pula, jangan heran jika nantinya modem dial-up bisa tak dilirik lagi. Sama pula dengan GPRS, EDGE bisa digunakan untuk men-download beragam aplikasi dari Internet, bahkan dalam ukuran yang lebih besar dan waktu lebih singkat. Bagaimana dengan tarif aksesnya? Yoseph menyampaikan bahwa saat ini, tarif untuk akses EDGE Telkomsel masih sama dengan tarif GPRS-nya.

Implementasi EDGE bisa dibilang lebih sederhana ketimbang 3G. Yang harus dilakukan oleh operator, seperti Telkomsel misalnya, adalah menambah beberapa BTS (Base Transceiver Station) serta membeli software untuk meng-upgrade jaringan.

Saat ini menurut Yoseph, daerah yang menjangkau layanan EDGE Telkomsel adalah mal-mal yang banyak menjual handset, misalnya ITC Cempaka Mas dan ITC Roxy Mas, dan beberapa hotel berbintang seperti Hotel Gran Melia dan beberapa hotel di kawasan Kuningan, Jakarta. “Sedangkan daerah luar Jakarta yang sudah dijajaki layanan EDGE baru daerah Surabaya saja”, ungkap Yoseph.

EDGE di Masa Depan

Melihat perkembangan CDMA yang bisa dibilang agak tersendat-sendat di negara kita, tak salah jika banyak orang beranggapan EDGE akan sulit berkembang di sini. Penggunaan EDGE memang hal yang masing asing bagi banyak orang. Banyak yang merasa cukup hanya memiliki sebuah ponsel GPRS. Toh dengan GPRS kita pun sudah bisa mengakses dunia online Internet.

Dari beberapa operator selular di Indonesia, baru Telkomsel lah yang menawarkan dukungan terhadap EDGE. Sedangkan Indosat sedang dalam tahap persiapan untuk meluncurkan teknologi canggih ini.

Ponsel-ponsel GSM yang masuk ke Indonesia pun baru beberapa yang mendukung teknologi ini, harganya pun bisa dibilang lumayan mahal. Contohnya adalah produk handset Nokia 6230, 6820, 7200, dan yang akan segera datang: Nokia 6630. Tapi seiring dengan kebutuhan akan akses kencang tanpa hambatan, sudah pasti bendera EDGE bakal berkibar –sama lebarnya dengan GPRS.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, September 2004)

Dunia Selular dan Perkembangannya (3G - 1)

Perkembangan teknologi komunikasi bisa disamakan seperti perkembangan jalan –mulai dari jalan tanah biasa yang sempit dan sulit dilalui, kemudian dipoles menjadi berbatu supaya mudah untuk dilalui, lalu disulap dan diperluas lagi menjadi jalan raya beraspal agar bisa dilalui banyak mobil, lalu dibangun menjadi sebuah jalan tol yang lebar dan bebas macet.

Manusia sebagai pihak pengakses informasi pun merasa tak puas dan bermimpi untuk mengakses gudang informasi nun terasa jauh. Tempat itu adalah Internet, sebuah kerajaan besar yang di dalamnya terdapat segudang alamat, disebut sebagai situs Web, yang berisi informasi-informasi yang mereka butuhkan. Mereka lelah berjalan di jalur yang sempit dan sulit dilalui. Mereka pun ingin mendapatkan akses yang cepat untuk berkirim data dengan yang lain.

Dari perumpamaan tadi, mobil adalah informasi. Jalan tanah yang yang sempit dan tak bisa dilalui mobil adalah sebuah ponsel tradisional standar, yang bahkan belum sepenuhnya bersifat selular. Ponsel ini adalah ponsel generasi pertama.

Jalan berbatu yang sudah bisa dilalui mobil adalah ponsel yang sudah dilengkapi dengan akses selular yang lumayan –bisa dipakai untuk bertelepon dan SMS. Fungsi minimal sebuah ponsel sudah ada pada ponsel yang masuk ke klan generasi kedua (2G).
Jalan raya beraspal yang sudah bisa dilewati oleh banyak mobil dengan jenis yang beragam adalah ponsel yang sudah dilengkapi dengan teknologi GPRS –teknologi yang memungkinkan penggunanya berkeliling mengakses informasi (browsing) di Internet. Ponsel semacam ini disebut sebagai ponsel generasi kedua (2,5G).

Makin lama, jalan raya beraspal kian mandek dan macet. Manusia pun ingin akses yang lebih kencang, akses bebas hambatan dalam mengakses dan saling berkirim informasi. Mereka pun ingin membangun sebuah jalan tol yang luas dan lebar, peranti yang dibalut dengan teknologi canggih yang mengusung jalur informasi bebas hambatan. Jalan ini memiliki fungsi yang sama dengan jalan beraspal tadi, namun ditambah dengan lebih banyak fitur yang menggiurkan. Jalan ini pun bisa dilalui oleh lebih banyak mobil, lebih banyak data, dalam waktu yang singkat. Jalan ini adalah ponsel generasi ketiga (3G).

Nah, sebelum bertemu dengan era 3G yang bisa kita sebut sebagai jalan tolnya teknologi komunikasi, kita harus melalui sebuah pintu tol. Pintu tol ini adalah teknologi EDGE yang bisa diklaim sebagai teknologi komunikasi generasi ke-2,75 (2,75G). Pintu tol inilah yang bakal menghubungkan kita, para pengguna ponsel, dengan lalu lintas bebas hambatan menuju dunia online mobile masa depan, dunia 3G, 4G, dan seterusnya.

Tumbuh Bersama Internet

Informasi adalah candu. Dengan makin majunya jaman, manusia pun ingin semakin pintar. Takut ketinggalan jaman, mereka pun ingin mengakses informasi sebanyak-banyaknya.

Perkembangan dunia teknologi komunikasi juga terkait dengan perkembangan Internet yang semakin pesat dan kian realtime. Kebutuhan penggunannya untuk mengakses data secara online, mendorong banyak orang untuk terus meningkatkan kemampuan perangkat telekomunikasinya. Bukan hanya bentuk yang mungil dan bergaya yang mereka cari pada sebuah ponsel, tapi juga keandalan dalam konektivitas dan balutan kecanggihan teknologi untuk berkirim informasi.

Jika ada permintaan akan kapasitas jaringan selular yang lebih lebar, tentunya untuk mewujudkannya, maka perlu ada dukungan terhadap infrastruktur teknologi. Sebagai gambaran, teknologi SMS telah berkembang menjadi MMS. SMS hanya melibatkan pengiriman data sebesar kira-kira 0,2kB (kilobyte) per SMS, sedangkan satu MMS bisa berukuran 40kB.

Perkembangan teknologi pun mempermudah para pengguna handset untuk melakukan transaksi selular. Misalnya saja mengakses konten melalui SMS,men-download gambar atau ringtone dan game-game Java, melakukan streaming audio atau video –semua sudah bisa dilakukan dengan ponsel.

Untuk mengakses konten SMS, data yang bisa melewati jalur selular adalah sebesar 1-10kB per SMS. Sedangkan proses download gambar, grafik, atau ringtone MIDI melibatkan data berukuran antara 5-40kB per transaksi. Untuk mengakses Java, jaringan dibebani dengan data berukuran 10-60kB. Untuk akses klip audio atau video, jaringan dilalui oleh data berukuran 50-200kB per transaksi. Dari sini sudah jelas, semakin keren bentuk informasi yang ingin diakses si pengguna, harus semakin keren pula ponsel dan teknologi jaringan yang dimilikinya.

Teknologi 3G bisa menyulap sebuah ponsel sebagai perangkat yang full fitur multimedia. Banyak pula yang menyebut teknologi ini sebagai freedom of mobile multimedia access (FOMA) –kebebasan akses multimedia yang mobile. 3G memanfaatkan teknologi W-CDMA (Wideband Code Division Multiple Acces) untuk mentransfer data-data yang berformat digital melalui jaringannya. Ibarat jalan tol yang lebar, 3G pun menyediakan bandwidth yang lebar demi kenyamanan para pengakses informasi.

Evolusi Jaringan Selular

Seperti yang bisa dilihat pada Gambar Evolusi Jaringan Selular, teknologi selular dunia utamanya dibagi menjadi dua kelas. Kelas pertama meliputi teknologi GSM sebagai standar di seluruh dunia, TDMA (Time Division Multiple Access) sebagai standar di Amerika dan PDC (Personal Digital Cellular) sebagai standar di Jepang. Sedangkan kelas kedua adalah kelas CDMA yang populer di wilayah Amerika Utara dan Korea. Semua teknologi tersebut nantinya akan mengarah ke 3G.

Fokus kita adalah pada evolusi GSM dari standar teknologi 2G ke 3G. Urutannya dimulai dari GSM standar (2G), kemudian GPRS (2,5G), lalu EDGE (2,75G), dan berlanjut ke W-CDMA dan HSDPA (3G) yang mejadi bagian dari UMTS.

UMTS (Universal Mobile Telecommunications Stystem) merupakan jaringan frekuensi universal yang mendukung kecepatan transmisi data berbasis paket hingga 2 Mbps. W-CDMA dan HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) merupakan spektrum jaringan yang paling efisien untuk pengiriman data dan voice saat ini. Dan EDGE, meskipun tidak berada pada frekuensi yang sama, untuk sementara waktu diharapkan masih bisa meng-cover layanan 3G.

Kecepatan layanan komunikasi data pada 3G bisa dibilang setara dengan akses melalui fiber optic. Jaringan yang kencang seperti ini bukan hanya menjadi surga bagi para pengakses informasi, tapi juga bisa melayani segmen bisnis kalangan korporat.
Sebagai informasi, infrastruktur jaringan 3G berbeda dengan EDGE yang masih bisa beroperasi di jaringan GSM. Perlu ada alokasi frekuensi jaringan baru untuk implementasi 3G, plus dengan persiapan infrastruktur yang mapan.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, September 2004)

Microsoft Windows dan Linux: Keduanya Bukan Hanya untuk PC

Hasil prediksi International Data Corp (IDC) tahun 2004, menyatakan bahwa pasar perangkat mobile bakal meningkat tajam. Pun para analis memprediksi, di tahun 2008 nanti, jumlah para pengguna ponsel bakal meningkat hingga angka 2 milyar. Hal ini membuka peluang bagi para jagoan-jagoan telekomunikasi, baik itu vendor perangkatnya atau para pengembang aplikasinya, untuk berinovasi.

Microsoft dan Linux, keduanya bukan nama baru dalam dunia sistem operasi. Microsoft dan Linux, keduanya bukan hanya bermain di dunia PC, melainkan juga di dunia perangkat genggam –bersaing dengan teman-teman lain, seperti Symbian dan Palm, misalnya.

Bagaimana sepak terjang Microsoft dan Linux di dunia perangkat genggam? Mungkin persaingan keduanya di masa kini, baik di dunia PDA (Personal Digital Assistant) atau smartphone, tidaklah seheboh persaingan mereka di dunia PC. Keduanya bahkan bisa dikatakan masih berada di bawah Symbian. Namun kenyataan ini tak berarti keduanya tak akan bersaing ketat di dunia perangkat genggam. Tren teknologi kelak akan membawa mereka masuk dalam persaingan yang sama dashyatnya dengan persaingan di dunia PC.

Microsoft Mobile Windows

Banyak orang menganggap, sebuah smartphone atau PDA berbasis sistem operasi Microsoft lebih mudah penggunaannya ketimbang smartphone yang berbasis Linux. Sebenarnya, berbasis sistem operasi apapun, sebuah perangkat genggam yang pintar tetap memiliki kemampuan yang relatif sama. Platform yang berbeda lebih berpengaruh pada sisi graphic user interface atau tampilan antarmuka-nya.

Alasan mengapa sebuah perangkat genggam, entah itu ponsel pintar, PDA, atau PDA phone, dikatakan smart adalah karena ia bisa berfungsi sebagai asisten pribadi pemiliknya. Selain memiliki fungsi PIM (personal information management), ia pun dilengkapi dengan memori internal yang lumayan besar untuk menyimpan data-data pemiliknya. Perangkat seperti ini bisa dipakai untuk browsing Internet, atau bahkan ngobrol online (chatting) via layanan Instant Messaging.

Masalah konektivitas bukan masalah pada ponsel-ponsel yang pintar. Mereka kebanyakan sudah dilengkapi sekaligus dengan teknologi nirkabel macam Bluetooth dan infrared. Beberapa bahkan sudah dilengkapi dengan teknologi jaringan 802.11b alias Wi-Fi (Wireless Fidelity).

Smartphone yang berbasis sistem Microsoft mendukung berbagai aplikasi yang mengusung nama Pocket –misalnya Pocket Outlook, Pocket Word, Pocket Excel, dan Pocket MSN. Aplikasi-aplikasi tersebut bekerja layaknya seperti aplikasi yang ada pada PC. Contohnya, Pocket Outlook, sama seperti Microsoft Outlook, berguna untuk menampung dan mengirim e-mail. Browser untuk jelajah Internet yang telah ditanam di dalamnya juga berbasis Microsoft, yaitu browser Internet Explorer.

Smartphone, PDA, dan PDA phone yang berbasis Microsoft bisa bersinkronisasi dengan desktop melalui ActiveSync –sebuah peranti lunak buatan Microsoft yang dipakai untuk mengatur koneksi antara PC dan perangkat yang di-paired dengannya.

Aplikasi yang ada dalam sebuah PDA atau smartphone meliputi fungsi Calendars, Contacts, Tasks, Inbox, dan fungsi pencatatan (Notes). Semua fitur tersebut termasuk sebagai PIM. Dengan program-program tersebut, pengguna perangkat genggam bisa menyusun jadwal kegiatannya, mengatur janji dengan rekan, dan mengorganisasi data-data tulisan dan suara pada ponsel pintarnya.

Browser pada perangkat genggam berbasis Microsoft mengusung browser Pocket Internet Explorer. Dengan begitu, para penggunanya bisa mengakses halaman-halaman Web atau WAP (Wireless Application Protocol) dari perangkat genggamnya. Untuk melengkapi kebutuhan penggunanya akan hiburan, ada aplikasi Windows Media Player yang bisa dipakai untuk memutar musik dan video.

Linux di Perangkat Genggam

Linux yang dikenal sebagai pahlawan open source oleh beberapa komunitas pengguna komputer, juga sudah mulai mengembangkan sayap di dunia handset. Para vendor ponsel mulai melirik Linux sebagai pelengkap opsi produknya. Motorola misalnya, cukup gencar memromosikan Linux sebagai basis ponselnya.

Melalui seri A760 dan seri baru A768i-nya, Motorola memperkenalkan ponsel pintar berbasis Linux. Fungsi smartphone atau PDA pada perangkat berbasis Linux tetap sama dengan yang berbasis Microsoft. Yang membuat keduanya berbeda hanyalah antarmuka yang ditampilkan ke penggunanya.

Bagaimana pun juga, Linux telah menyumbangkan sesuatu yang berarti ke dunia teknologi dan komunikasi. Dengan Linux, opsi yang ditawarkan bagi masyarakat TI pun makin luas. Fitur dan kemampuannya tak kalah dengan produk Mobile Windows. Pada Motorola A760 misalnya, kemampuan nirkabelnya sudah mendukung konektivitas nirkabel Bluetooth dan infrared.

Otak ponsel pintar atau PDA-nya adalah kernel Linux. Namun tidak berarti perangkat berbasis kernel tersebut tak bisa bersinkronisasi dengan Outlook pada PC. Jika pada Windows Mobile nama software-nya adalah ActiveSync, di Linux ada yang namanya OMA SyncML untuk melakukan pekerjaan tersebut. Format e-mail yang sudah didukungnya antara lain adalah format POP3, IMAP4, atau SMTP.

Fungsi PIM pada perangkat ini juga sama lengkapnya dengan perangkat berbasis Windows. Pastinya telah dilengkapi dengan Calendars, Notes, dan berbagai aplikasi yang mendukung kegiatan organizing.

Fungsi hiburan juga bisa ditemui pada perangkat genggam berbasis Linux. Ada beberapa tipe ponsel berbasis Linux yang juga dilengkapi dengan aplikasi pemutar musik berformat MP3 dan aplikasi video atau voice recording. Untuk mendukung akses Internet tanpa kabel, ponsel pintar Linux umumnya telah dilengkapi dengan browser WAP dan atau HTML –sudah mendukung format WML, xHTML, dan HTML.

Untuk fitur, sudah ada ponsel pintar Linux yang mendukung kamera untuk bergaya. Aplikasi editing juga umumnya sudah disertai dalam perangkat ini, bahkan penggunanya bisa mengedit naskah atau gambar dengan ponsel atau PDA-nya. Aplikasi Java pada Linux pun bisa menyuguhkan permainan yang menarik bagi penggunanya.

Persaingan di Pasar

Bicara soal persaingan, banyak orang memang lebih memilih perangkat pintar berbasis Windows. Faktor kebiasaan dan tampilan yang lebih manis masih berpengaruh di sini. Banyak orang yang sudah mengenal Windows merasa lebih praktis menggunakan perangkat berbasis Windows, tidak makan waktu untuk belajar lagi.

Meski perbedaan mendasar antara perangkat yang berbasis Linux dengan yang berbasis Windows terletak pada tampilan antarmukanya, para pengguna ponsel pintar dan PDA di pasar Indonesia lebih memilih untuk setia pada Windows. Mungkin karena alasan inilah, banyak vendor telekomunikasi di Indonesia enggan memasukkan produk berbasis Linuxnya di Indonesia.

Bisa dikatakan, di Indonesia, Motorola adalah vendor yang paling terlihat memromosikan Linux pada perangkat genggamnya -meskipun fokus utamanya untuk pasar Indonesia tetap pada produk berbasis Microsoft Windows. Porsi terbesar sistem operasi pilihan pasar Indonesia diraup oleh Symbian pada kelas smartphone, baru kemudian Windows Mobile di posisi kedua untuk produk smartphone dan PDA.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, Desember 2004)

Ketika Fesyen dan Teknologi Bergabung

Ibarat sebuah pernikahan yang menyatukan dua pribadi yang berbeda –itulah yang terjadi antara dunia teknologi dan fesyen saat ini. Teknologi bukan lagi milik orang-orang yang serius berkutat dengan komputer atau mesin-mesin yang bekerja sebagai tangan kanan mereka. Teknologi pun kini menjadi milik komunitas pesolek yang peduli kecantikan dan gaya.

Berbagai desain ditawarkan. Seperti rancangan busana mahakarya seorang desainer, yang mungkin terkesan aneh dan neko-neko bagi sebagian orang, pun berbagai produk ponsel fesyen diterjunkan ke pasar. Harga kompetitif relatif mahal, tapi tidak mengutamakan fitur. Menu utama dari produk-produk komunikasi fesyen itu adalah keunikan bentuk –sesuatu yang beda lah yang ingin ditonjolkan.

A Whole Truly Fashion

Teknologi adalah atribut fesyen, ibarat sebuah masakan yang harus diberi bumbu. Baju keren, make-up oke, ditambah teknologi di genggaman tangan –itulah fesyen selengkap-lengkapnya, a whole truly fashion.

Vendor-vendor ponsel rupanya menyadari perubahan arah tren teknologi komunikasi. Yang paling dijagokan oleh mereka adalah bentuk mungil dan unik pada produk-produk gresnya –teknologi dan fitur konektivitas bisa dibilang sebagai yang kedua.

Kita ambil dua vendor yang sedang gencar-gencarnya pamer teknologi fesyen –Nokia dan Motorola. Nokia, Jumat lalu (26/11), baru saja meluncurkan tiga ponsel fesyen barunya yang terdaftar dalam klan keluarga seri 72. Ketiga ponsel tersebut –Nokia 7260, Nokia 7270, dan Nokia 7280– hadir dengan balutan warna fesyen hitam, merah, dan putih. Berbeda dengan Nokia yang memamerkan paduan warna tersebut, Motorola justru memilih warna metalik untuk membalut ponsel fesyen terbarunya, Motorola RAZR V3.

Sebelumnya, Siemens pernah memperkenalkan produk ponsel fesyennya yang berlabel Xelibri. Sayangnya, tipe Xelibri kurang sukses di pasaran. Melihat hal tersebut, Hasan Aula, Country Manager Nokia Indonesia, tetap mengatakan optimis ketiga produk barunya bakal laku di pasar. “Nokia selalu berusaha melakukan breakthrough, target kami sudah jelas –yaitu orang-orang fesyen yang ingin membawa suatu produk yang totally different”, ucap Hasan dalam peluncuran ketiga seri ponsel fesyen Nokia.

Pun Motorola terkesan optimis berpromosi di dunia fesyen dengan terus memajang nama RAZR V3, produk fesyen berdesain flip super tipis miliknya yang sekilas mirip dengan produk alat cukur (razor), yang belum lama diperkenalkannya di pasar Indonesia.

Dalam acara bergengsi bertajuk Motorola-Bazaar Fashion Concerto yang digelar pada tanggal 2 Desember 2004 pun, Motorola RAZR V3 lah yang bakal menjadi bintang utamanya. Sebagai informasi, acara tersebut merupakan acara tahunan yang menghadirkan nama-nama terkenal di dunia fesyen, kecantikan, musik, dan gaya hidup.

Mengintip Teknologi Fesyen

Jika diteliti, ada beberapa ciri yang dimiliki oleh ponsel-ponsel kelas fesyen. Pertama adalah bentuk yang unik bahkan terbilang aneh. Kedua adalah tuntutan teknologi, utamanya di bidang konektivitas, yang tidak terlalu tinggi. Dan ketiga, kehadiran kamera built-in untuk mematut diri dan menjepret gambar kenangan.

Jika ditilik dari ketiga ciri tersebut, rasanya ponsel-ponsel fesyen yang baru diluncurkan oleh vendor-vendor ponsel sudah memenuhi syarat. Bentuk mereka unik, konektivitas standar –minimal sudah ada koneksi GPRS dan port infrared, atau maksimal sudah dilengkapi dengan EGPRS (EDGE) dan Bluetooth. Dan terakhir, mereka sudah ditanami dengan sebuah kamera built-in.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, November 2004)

Sejarah Virus, Dari Lab Sampai ke Worldwide

Virus pada komputer bisa dibayangkan seperti virus yang menyerang tubuh manusia. Virus penyakit masuk ke dalam tubuh manusia yang kondisinya kurang fit, virus komputer pun masuk ke dalam mesin yang kondisinya kurang fit alias punya celah di mana-mana. Seiring perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi bertambah luas. Virus dan worm pun tak mau kalah dan terus berevolusi, memperbarui dirinya.

Dulu, virus maupun worm datang bergantian dalam waktu yang relatif cukup lama – dalam hitungan bulan. Sekarang, dalam sehari pun bisa lebih dari satu varian virus atau worm baru yang muncul. Kita pasti penasaran dengan sejarah awalnya virus. Bagaimana perkembangannya sampai bisa muncul varian-varian virus seperti yang ada sekarang, ya?

Konsep Neumann dan Game Core Wars

Awalnya adalah tahun 1949. Seorang ahli matematika asal Hungaria, John Von Neumann namanya, menggambarkan teorinya mengenai cara kerja sebuah program komputer yang bisa mereplikasi dirinya sendiri – sama seperti virus yang menyerang tubuh manusia, bisa mereplikasi dirinya sendiri. Pemikiran Neumann ini bisa dibaca dalam bukunya yang berjudul Theory and Organization of Complicated Robots.

Tahun 1950-an, muncullah nenek moyang virus-virus yang ada sekarang. Untuk menguji teori Neumann, sekelompok programmer menciptakan sebuah program aneh berupa game – namanya Core Wars. Game yang dibuat di Bell Labs ini bisa meng-generate program setiap kali ia dijalankan, bahkan ia bisa mencuri memori komputer-komputer pemain lawannya. Sebagai informasi, para pencipta Core Wars kemudian membuat program antivirus pertama, Reeper, yang bisa menghancurkan salinan-salinan program yang dibuat oleh game tersebut.

Yang Pertama Menyerang DOS

Kira-kira tahun 1983, salah satu dari antara para programmer pencipta Core Wars, Dr. Ken Thomson, memberi pernyataan pada sebuah majalah mengenai game tersebut – bagaimana cara kerja dan teknik serangannya. Inilah titik awal keberadaan virus komputer. Saat itu, sistem operasi yang paling diandalkan oleh masyarakat dunia adalah MS-DOS, sebuah sistem operasi yang dianggap kuat dan sangat diharapkan, namun sama seperti Windows saat ini, memiliki banyak celah pada sisi software-nya.

Tahun 1983, Fred Cohen memperkenalkan istilah virus untuk mendeskripsikan program komputer yang bisa menggandakan dirinya sendiri. Setelah itu, tahun 1985 menjadi tonggak sejarah munculnya Trojan pertama di dunia, sebuah aplikasi yang disebut dengan nama EGABTR dan sebuah game bernama Nuke-la.

Tahun 1986, DOS pernah menjadi target virus Brain, kode jahat yang berasal dari Pakistan, yang menginfeksi boot sector sebuah disk – isi disk yang terinfeksi tak akan bisa diakses oleh penggunanya.

Sejak saat itu, sepertinya muncul kesadaran dalam diri para pencipta virus: menginfeksi file-file dalam sistem bisa jadi sangat berbahaya bagi sistem tersebut. Tahun 1987, muncul Suriv-02, sebuah virus yang menginfeksi file-file COM dan membuka celah bagi virus Jerusalem atau Viernes 13 untuk masuk ke dalam sistem. Yang terparah di awal sejarah pervirusan terjadi pada tahun 1988, saat worm Morris muncul dan menginfeksi 6.000 komputer. Bayangkan saja, saat itu jumlah para pengguna komputer bisa dibilang masih sangat sedikit.

1988, Awal Serangan Secara Worldwide

Sejak tahun 1988 hingga tahun 1995, jenis-jenis kode jahat yang kita tahu pun mulai banyak berkembang – kita pun mulai mengenal seperti apa yang namanya virus macro atau virus polymorphic. Wabah serangan virus perlahan mulai muncul, contohnya adalah wabah MichaelAngelo. Pelan-pelan, seiring dengan perkembangan TI dan Internet, skenario penyerangan pun berubah menjadi bersifat worldwide, tipe serangannya diluncurkan melalui Internet dan e-mail.

Tahun 1988, muncul Stone, worm pertama yang menyebar lewat Internet, menyerang komputer-komputer di Amerika Serikat yang terhubung melalui jaringan. Virus Dark Avenger, muncul pada tahun 1989, adalah virus yang paling cepat penyebarannya.

Setelah Dark Avenger, tahun 1990 muncul virus polymorphic pertama. Setelah itu, tahun 1995, muncul WinWord Concept yang termasuk dalam kelas virus macro. Kemudian muncul virus Melissa yang juga termasuk dalam kelas macro. Era baru serangan virus komputer pun terjadi, virus merajalela di jagat Internet.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, April 2004)

Virus Generator Toolkit, Sebuah Karya Seni yang Berbahaya

Dulu, banyak ahli komputer yang mengatakan bahwa tahun 2003 adalah tahunnya worm. Tetapi sepertinya, serangan worm di tahun 2004 juga tak kalah hebat bila dibandingkan dengan serangan tahun lalu - lihat saja serangan-serangan dari Mydoom, Bagle dan Netsky. Heran melihatnya? Kenapa bisa ada begitu banyak varian worm dan virus berkeliaran di Internet, ya?
Pernah mendengar istilah Virus Generator Toolkit? Namanya bisa berbeda-beda – Virus Construction Kit, Mass Produced Code Generator, atau mungkin Polymorphic Engine – tapi semua memiliki fungsi yang sama, dibuat sebagai mesin pencipta virus. Kira-kira, adakah hubungan antara maraknya serangan virus belakangan ini dengan generator ini?

Sudah Ada Sejak Dulu

Menurut Bpk. I Made Wiryana, Pakar TI dan Dosen Universitas Gunadarma, generator virus sudah ada sejak lama, sejak tahun 1987, eranya virus yang beredar dalam sistem operasi AMIGA (untuk pengolahan grafik dan animasi) dan DOS. Hanya saja, versi generator yang beredar saat ini sudah lebih pintar.

Adanya generator semacam ini, ditambah dengan banyaknya orang iseng yang sok pintar dan ingin jadi pahlawan, bisa menjadi sebuah ancaman. Menurut Andreas Kuswara, Product Manager dari Product Development Center, Universitas Bina Nusantara, generator virus biasanya hanya bisa menciptakan virus yang menyerang kelemahan-kelemahan sistem yang telah diketahui, yang umumnya sudah ada patch-nya.

Berbahaya Karena Banyaknya Oportunis

Ada berbagai tipe hacker, ada yang baik, ada pula yang jahat (disebut sebagai black hacker atau cracker). Hacker yang baik biasanya membuat generator virus dengan tujuan untuk belajar, ia menganggap generator hanya sebagai salah satu karya seni ciptaannya. Sedangkan cracker membuat generator untuk menciptakan dan menyebarkan virus, kemudian membebaskan orang lain untuk men-download tool tersebut untuk menyembunyikan identitasnya.

Yang patut disayangkan adalah adanya orang-orang yang sok tahu, yang merasa keren bisa menyandang gelar cracker, padahal mereka hanya menciptakan virus instan dari generator yang telah ada.

Virus Generator Toolkit Harusnya Jadi Alat Belajar

Kisah ini diambil dari The Observer, sebuah kisah nyata tentang seorang anak berumur 16 tahun bernama Mario yang tinggal di sebuah kota kecil di Negara Austria. Ia sama seperti remaja lain seumurannya – memiliki pacar, menyukai jenis musik rock dan mengagumi Anna Kournikova, petenis ternama asal Rusia. Yang membedakannya dengan remaja lainnya adalah hobinya mengutak-atik komputer. Di waktu luangnya, ia lebih suka duduk di depan laptop-nya dan menciptakan virus komputer. Ada sekitar 150 contoh virus, yang disebut oleh para ahli komputer sebagai malware, telah diciptakannya.

Malware ini berupa program kecil yang mampu memperbanyak dirinya sendiri dan menginfeksi komputer-komputer yang terhubung dengan Internet. Program semacam ini bisa merusak komputer, tapi ada juga yang tidak merusak. Mario lebih memilih untuk menciptakan virus yang tidak merusak data, menurutnya virus dengan tingkat kerusakan kecil terlalu mudah untuk dibuat. “Siapa saja bisa me-rewrite hard drive hanya dengan satu atau dua baris kode”, katanya. Mario hanya suka untuk membuat virus, tapi tidak menyebarkannya.

Kira-kira setahun yang lalu, Mario pernah menciptakan sebuah tool yang cukup berbahaya, sebuah program yang bisa dipakai untuk membuat virus. Namanya Batch Trojan Generator, bisa di-download oleh siapa saja dari situs Web Mario. Hanya dengan beberapa klik mouse, siapa saja bisa membuat Trojan horse dengan tool tersebut.

Mario menunjukkan cara kerja tool ciptaannya. Pertama-tama, sebuah kotak kecil muncul di layar laptop-nya, memintanya untuk mengisi nama Trojan yang diinginkannya. Setelah nama Trojan diisi, muncul pertanyaan lain di layar laptop, bunyinya, “Shall the Trojan horse format drive C:?” Setelah tombol Yes diklik, muncul pertanyaan lain lagi, “Shall the Trojan horse overwrite every file?” Setelah tombol Yes diklik, muncul satu pertanyaan lagi, “Would you like to have the virus activate the next time the computer is restarted?” Tinggal klik satu kali Yes lagi, semuanya selesai, satu virus baru telah tercipta.

Mesin pencipta virus milik Mario juga mengeluarkan pesan peringatan bahwa menyebarkan virus adalah perbuatan yang ilegal. Menurut Mario, mesin generator tersebut dibuat untuk tujuan belajar, untuk membantu para programmer mempelajari cara kerja Trojan. Yang jadi masalah sekarang, siapa saja bisa mengabaikan pesan peringatan tersebut. Pasti ada banyak orang iseng yang membuat virus dan mengirimkannya melalui e-mail dengan subjek yang menarik, membuat calon korban tertarik untuk membukanya.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, Maret 2004)

Linux atau Windows, Pilihan di Tangan Pengguna

Linux dan Windows. Keduanya saling bersaing merebut perhatian pasar. Ada banyak orang yang memrediksi Linux akan duduk di posisi pertama mengalahkan Windows. Tapi, apa benar begitu? Kita coba tanya ahlinya. Yanna Dharmasthira, Research Analyst dari Gartner Group Advisory, menyampaikan hasil prediksi yang dilakukan oleh lembaga penelitian tersebut. Hingga tahun 2007 mendatang, kemungkinan besar, Linux akan menggantikan Unix, bukan menggantikan Windows. Sistem operasi mana yang akan mendominasi – apakah Linux atau Windows - prediksinya belum bisa terlihat saat ini.

Open Source vs. Komersil

Sebagai pengguna komputer, kira-kira apa jawaban kita jika ditanya apa yang kita harapkan dari dari sistem operasi? Pastinya keamanan dalam proteksi data, biaya yang rendah, dan downtime seminimal mungkin. Software open source atau komersil, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Produk Microsoft, misalnya, punya kelebihan di sisi kemudahan penggunaan dan dukungan teknis bagi para penggunanya. Kekurangannya bisa dilihat dari harga lisensi yang relatif lebih mahal dibanding produk open source.

Produk open source, karena kebanyakan dikembangkan oleh komunitas, memiliki fleksibilitas tinggi dan sistem keamanan yang tangguh, serta biaya yang lebih murah – khususnya biaya hardware – karena umumnya software open source tidak membutuhkan spesifikasi hardware yang sangat tinggi. Namun, tidak produk open source adalah gratis, ada juga yang komersil seperti Red Hat Enterprise Linux.

Linux vs. Windows: Keamanan vs. Inovasi

Selama ini, Linux dikenal sebagai sistem operasi yang tangguh – aman dari serangan virus. Virus-virus yang menyerang Linux hanya beredar dalam laboratorium Linux, sebatas bahan percobaan para ahli. Sebaliknya, Windows menjadi target empuk yang diincar virus. Malah bisa dikatakan hampir semua virus memusuhi produk sistem operasi Microsoft tersebut.

Kelebihan Microsoft, untuk saat ini, bisa dilihat dari segi inovasinya. Microsoft punya banyak produk, bukan hanya sistem operasi, tetapi juga berbagai software, produk server, dan aplikasi multimedia lainnya. Tidak semua produknya bersifat komersil – browser Internet Explorer, contohnya. Browser tersebut termasuk freeware – bebas di-download gratis dari Internet, tapi source code-nya tak bisa dilihat (bukan open source).

Menurut Budi Rahardjo, Direktur Pusat Penelitian & Pengembangan Industri dan Teknologi Informasi ITB, Linux sangat cocok bagi kalangan akademis. Murid-murid memiliki akses ke source code dan bisa melakukan eksperimen sendiri – hal ini termasuk inovasi open source di bidang pendidikan. Ia juga berpendapat bahwa Windows merupakan dasar pengetahuan yang harus dimiliki setiap orang. Seseorang yang mengerti Windows, belum tentu mengerti Linux. Tapi, setiap orang yang mengerti Linux, pasti mengerti Windows.

Apakah open source menjadi ancaman bagi Microsoft? “Ya”, kata Peter Moore, Chief Technology Officer, Microsoft Asia Pasifik. “Linux termasuk kompetitor Microsoft untuk bidang pengembangan model bisnis, sama halnya seperti UNIX. Tapi kompetisi kan bagus”, lanjutnya sambil tersenyum.

Open Source Means Free, But Not Always “Free”

Banyak orang menganggap software open source sebagai barang gratis, bisa di-download secara “free” dari Internet, diperbanyak secara “free”, serta “free” untuk diutak-atik dan diubah source code-nya. “Open source means free”. Kalau kalimat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bisa diperoleh dua arti dengan konteks yang berbeda – open source berarti bebas, dan open source berarti gratis. Jadi, mana yang benar?

Yang dimaksud dengan software open source adalah software yang source code-nya bisa dilihat, dibaca dan bebas diutak-utik oleh publik penggunanya – contohnya adalah Linux, PHP, MySQL, dan Apache Server. Linux saja masih dibedakan ke berbagai macam distro – semua bebas digunakan dan diubah, tapi belum tentu semuanya gratis. Red Hat Enterprise Linux, contohnya. Produk komersil keluaran Red Hat ini merupakan software open source, tetapi tidak gratis. Versi gratisnya sudah dilebur dengan nama lain, Fedora, dan urusan pengembangannya diserahkan pada komunitas Linux. “Yes, our model is open source, but it doesn’t mean it’s free”, begitu ucap Kevin Thomson, Chief Financial Officer Red Hat, mengenai produk komersilnya.

Pengguna software open source bukan hanya user individual atau kalangan akademis, tetapi juga kalangan korporat. Nah, software open source yang berarti gratis lah yang biasanya digunakan oleh user individual dan kalangan akademis. Software semacam ini juga di-built dan dikembangkan oleh komunitas. Bagaimana dengan kalangan korporat? Mereka biasanya menggunakan produk software komersil, tidak mesti bersifat open source asalkan ada dukungan penuh dari vendor yang memroduksinya.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, Februari 2004)