Wednesday, May 03, 2006

Teknologi Broadband Wireless untuk Indonesia

Isu pengembangan pita lebar (broadband) di Indonesia menjadi isu yang menarik untuk diikuti. Implementasi teknologi dan layanan pita lebar dianggap bisa memberi efek yang sangat besar dalam masyarakat di segala aspek kehidupan.

Kebutuhan terhadap layanan pita lebar semakin tinggi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan akses informasi. Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi telah mengalokasikan beberapa pita frekuensi seperti 1,9GHz, 2,1GHz, 2,3GHz, 2,4GHz, 2,5GHz, 3,3GHz, 3,5GHz, 5,7GHz untuk akses radio layanan pita lebar.

Jaringan nirkabel memang dianggap lebih murah dan fleksibel ketimbang jaringan kabel and fiber optic. Saat ini, beberapa jenis teknologi untuk layanan broadband wireless sudah tersedia, salah satunya adalah WiMax. Selain WiMax, masih ada layanan selular yang dikembangkan pada pita-pita frekuensi tersebut.

Kendala Teknis

Untuk mengimplementasikan teknologi dan layanan pita lebar, masih banyak kendala teknis yang dihadapi oleh para operator –plus masalah regulasi yang masih harus digodok. Masalah terbesar adalah mengenai alokasi frekuensi untuk masing-masing teknologi pita lebar nirkabel, di antaranya WiFi dan WiMax.

Saat ini, interferensi antarperangkat WiFi masih sangat rentan dan kapabilitasnya belum tersedia secara nasional. Sedangkan pembangunan WiMax masih memerlukan alokasi frekuensi yang sesuai. Sedangkan implementasi 3G, yang alokasi frekuensinya sudah ditentukan dan akan diterapkan implementasinya oleh para operator yang telah memenangkan lelang frekuensi 3G, masih diliputi oleh kendala biaya frekuensi dan spektrum yang sangat mahal.

Pemerintah berencana untuk menetapkan regulasi dan perijinan bagi para pengguna frekuensi nirkabel. Idealnya, regulasi yang diberlakukan bisa menguntungkan semua pihak –baik perusahaan yang mengimplementasikannya, maupun masyarakat sebagai penggunanya. Meski begitu, campur tangan pemerintah melalui regulasi yang dibuatnya juga masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Pasalnya, perijinan tersebut dinilai hanya menghambat akses masyarakat terhadap akses nirkabel –sesuatu yang seharusanya bisa mereka dapatkan secara gratis, namun ditarifkan dengan harga yang mahal.

Masih banyak isu yang dihadapi oleh para operator selular jika ingin membangun sebuah jaringan pita lebar. Mereka pun harus bisa mengalokasikan frekuensinya secara optimal. Untuk menyediakan layanan pita lebar, pihak operator harus memiliki aset-aset penunjang lainnya, berupa IP backbone, serat optik, antena, dan BTS (Base Transceiver Station).

Jika dilihat dari penyediaan infrastruktur, yang paling mudah untuk mengimplementasikan layanan pita lebar ini adalah para opeerator selular yang sudah exist di bidangnya. Alasannya, mereka sudah berpengalaman dalam menggelar jaringan dan sudah memiliki jaringan yang cukup luas di pelosok daerah. Sayangnya, jika spektrum yang digunakan untuk implementasi Broadband Wireless Access (BWA) adalah spektrum 3G juga, maka alokasi untuk jaringan pita lebar nirkabel tersebut akan sangat terbatas.

Frekuensi Pita yang Kontroversial

Teknologi layanan pita lebar nirkabel yang dinilai kontroversial adalah frekuensi 2,4GHz dan 5,8GHz. Frekuensi 2,4GHz, menempati jalur pita lebar yang berkisar 80MHz, biasa dikenal sebagai frekuensi ISM (industrial, scientific, dan medical). Frekuensi tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan industri, ilmu pengetahuan, dan kedokteran. Frekuensi ini direkomendasikan untuk keperluan komunikasi radio, termasuk komunikasi mobile.

Sedangkan frekuensi 5,8GHz, di luar negeri, bebas digunakan oleh siapa saja alias gratis. Itulah mengapa frekuensi ini disebut sebagai frekuensi UNII (unlicensed national information infrastructure). Di Indonesia dan beberapa negara yang dijadikan jalur Broadband Wireless Access (BWA), penggunaan frekuensi 5,8GHz harus mendapatkan perijinan khusus.

Frekuensi 2,4GHz banyak digunakan utamanya untuk penyelenggaraan jasa jaringan Internet nirkabel (Wireless LAN). Di Indonesia, akses Internet melalui kabel (fixed line) memang tergolong mahal hingga penggunaan akses nirkabel menjadi salah satu alternatif yang dilirik oleh para pencari informasi. Yang juga membuat teknologi nirkabel disukai adalah sistem penyetingannya yang sederhana, bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja asalkan perangkat berada dalam wilayah jangkauan. Penggunaan layanan dan teknologi ini pun kian populer seiring dengan semakin banyaknya perangkat mobile yang digelontor ke pasar.

Rencana Penyusunan Regulasi

Pada acara Workshop Rencana Penyusunan Kebijakan Broadband Wireless di Jakarta, 25 April lalu, Dirjen Pos dan Telekomunikasi, Basuki Yusuf Iskandar, mengatakan bahwa pemerintah tidak akan memberikan lisensi Broadband Wireless Access (BWA) maupun WiMax yang bersifat nasional. Menurutnya, nasionalisasi lisensi BWA akan menimbulkan monopoli oleh pihak-pihak tertentu. Basuki mengatakan bahwa Postel akan segera mengadakan audit frekuensi di Indonesia –tujuannya untuk mengetahui frekuensi yang belum digunakan.

Heru Sutadi, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan bahwa mekanisme pembagian frekuensi untuk BWA dan WiMax masih akan didiskusikan. Ada beberapa alternatif yang akan digunakan, misalnya beauty contest seperti yang dilakukan pada lelang frekuensi 3G yang telah lalu.

Teknologi Broadband

Teknologi broadband atau pita lebar merupakan salah satu teknologi media transminsi yang mendukung banyak frekuensi, mulai dari frekuensi suara hingga video. Teknologi ini bisa membawa banyak sinyal dengan membagi kapasitasnya (yang sangat besar) dalam beberapa kanal bandwidth. Setiap kanal beroperasi pada frekuensi yang spesifik. Secara sederhana, istilah teknologi broadband digunakan untuk menggambarkan sebuah koneksi berkecepatan 500 Kbps atau lebih. Saat ini, teknologi broadband wireless merupakan tujuan utama dari evolusi teknologi telekomunikasi.

Apa yang ditawarkan oleh layanan braodband? Tentunya akses data multimedia berkecepatan tinggi berupa layanan gambar, audio, dan video –termasuk video streaming, video downloading, video telephony, dan video messaging. Melalui perangkat yang mendukung teknologi tersebut, pengguna juga bisa mengakses hiburan mobile TV dan mengunduh musik, serta melakukan komunikasi real-time menggunakan teknologi fixed-mobile, seperti webcam melalui ponsel.