Monday, January 12, 2009

Boemboe untuk Film Pendek Indonesia

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Bicara tentang film-film dalam negeri, beragam pendapat bisa dikumpulkan. Ada yang suka, banyak pula yang kecewa lantaran banyak film “latah” yang lagi-lagi mengangkat tema seputar horor, komedi seks, atau drama percintaan. Namun, di luar industri film berorientasi profit itu, lumayan banyak kelompok pecinta film yang cukup mumpuni berkreasi membuat film di luar pakem komersil, dengan ide sederhana namun tak biasa.

Boemboe dan “Indonesia Kecil”

Jangan salah. Boemboe bukan komunitas pembuat film pendek. Boemboe adalah organisasi non-profit yang fokus pada promosi dan distribusi film pendek Indonesia. Organisasi ini dibentuk tanggal 11 April 2003 oleh Lulu Ratna dan Amin Shabana. Baru kemudian, pada 2007, Ray Nayoan bergabung bersama Boemboe.

Organisasi ini boleh dibilang unik. Anggotanya cuma tiga orang—Lulu, Amin, dan Ray. Ketika ditanya kenapa, Lulu Ratna, menjawab, “Boemboe memang dibentuk bukan sebagai organisasi yang menerapkan sistem membership. Anggotanya cuma tiga karena kami ingin melawan model komunitas yang ada di Indonesia. Menurut kami, organisasi yang lebih kecil justru lebih efektif.”

Secara singkat, lulusan Universitas Indonesia jurusan Antropologi itu menjelaskan, untuk tujuan promosi dan distribusi film pendek, Boemboe bekerja sebagai penghubung (meeting point) antara pembuat film, penikmat film, para pemilik tempat menggelar ekshibisi film, para peniliti film, dan pemilik data-data seputar film.

Memasuki usianya yang kelima, 7 Mei lalu, Boemboe merilis DVD pertamanya yang berjuluk “Indonesia Kecil”. DVD itu, berisi kompilasi tujuh film pendek Indonesia dengan total durasi 49 menit. Ketujuh film itu merupakan koleksi Boemboe dari beragam event yang telah mereka gelar. “Setelah Boemboe berjalan sekian lama, rilis DVD itu jadi semacam pertanggungjawaban kami untuk film-film yang telah terkumpul,” tutur Lulu.

Secara umum, “Indonesia Kecil” menampilkan film-film yang merupakan interpretasi bebas pembuatnya tentang wacana “Indonesia” dalam pandangan mereka. Tiap cerita menggambarkan perjuangan masing-masing karakter menghadapi masalah mereka.

Kalau mau tahu, DVD “Indonesia Kecil” didistribusikan ke 10 kota di Indonesia—Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Purwokerto, Surabaya, Malang, Jember, Balikpapan, dan Banda Aceh. Anda bisa memperolehnya di toko-toko buku dan komunitas yang menjalin kerja sama dengan Boemboe. Harganya berkisar antara Rp55.000 – Rp58.000.

Segmen Masih Terbatas

Umumnya, istilah film pendek diberikan untuk film berdurasi singkat—maksimal 30 menit—dan hanya memiliki satu plot cerita saja.

Menurut Lulu, apresiasi masyarakat terhadap film pendek sudah mulai membaik, meskipun masih bergantung pada komunitas dan segmennya sangat terbatas. Penggemar film pendek utamanya adalah anak-anak muda yang pengin mencari sesuatu yang baru.

Itu pula yang menjadi pertimbangan Boemboe untuk mendistribusikan film pendek dalam format DVD. Mereka ingin merangkul penikmat film pendek yang lebih banyak lagi, di luar komunitas yang sudah ada. Kendati demikian, hal itu tidak bisa diraih secara instan karena distribusi yang mereka lakukan bersifat underground, memanfaatkan jaringan yang mereka miliki. Sekarang, “Indonesia Kecil” baru bisa disebar di wilayah Kalimantan, Jawa, dan Aceh, tapi berikutnya Boemboe akan mencoba memperluas jalur distribusinya ke Makassar dan luar negeri.

Boemboe banyak menggunakan jalur promosi antarkomunitas dan milis. Apakah mereka memanfaatkan layanan situs sharing video YouTube sebagai media promosi? “Saat ini, kami belum menggunakan medium YouTube. Kami ingin meraih mediumnya satu per satu. Misalnya, kami sudah memanfaatkan event sebagai medium promosi, sekarang kami menggunakan DVD. Kami juga masih belajar dengan DVD ini,
jawab Lulu.

Kegiatan Boemboe

Selama berdiri, kegiatan utama Boemboe adalah membuat database serta menggelar program dan festival film pendek. Mereka juga kerap mengadakan forum pembuat film pendek sekaligus membuka kerja sama dengan berbagai pihak yang mendukung pertumbuhan film pendek Indonesia.

Sejak 2004, Boemboe rutin menggelar Boemboe Forum, forum pembuat film pendek Indonesia, di Jakarta. Sejak 2006, mereka membuat program festival dua tahunan berjuluk 3 Cities Short Film Festival. Tahun ini, tepatnya tanggal 15-23 Maret lalu, festival itu digelar di Pontianak, Banjarmasin, dan Balikpapan.

Selanjutnya untuk tahun 2008, Boemboe akan mengadakan Indonesia-USA Youth Exchange Project di Appalshop, Kentucky pada 7-21 Juni; dan Boemboe Forum 2008 “Refleksi Boemboe 5 Tahun” di Kineforum & Galeri Cipta 3, TIM Jakarta pada 2-3 Agustus.

Ajang Indonesia-USA Youth Exchange Project di Appalshop, Kentucky, AS, diadakan Boemboe setiap tahun, bekerja sama dengan Appalshop, sebuah institusi seni di Amerika Serikat. Kerja sama itu berupa pertukaran pemuda Indonesia dan Amerika untuk berbagi pengalaman tentang beragam hal seputar pengembangan film. Lulu menjelaskan, jika bulan Juni ini komunitas dari Indonesia yang dikirim ke AS, pada akhir tahun giliran komunitas dari AS yang ke Indonesia. “Akhir tahun ini, acaranya diadakan di Yogyakarta. Temanya tentang meningkatkan kualitas dengan media, dan rencananya kami juga akan mengadakan seminar nasional,” tutur Lulu.

“Kalau bulan Agustus nanti, acaranya berupa forum film maker. Kami mencari 5 atau 6 orang pembuat film untuk mempresentasikan karya masing-masing, lalu akan didiskusikan bersama. Kami mengundang semua pihak yang pernah bekerja sama dengan Boemboe supaya mereka bisa sekalian memberikan saran dan kritik untuk kami,” lanjutnya.

Akhir kata, Lulu berharap agar kelak film pendek bisa lebih dikenal, bisa masuk bioskop, dan penonton mau membayar untuk menontonnya.

Artikel ini dibuat untuk QBHeadlines.com.



Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home