Monday, January 12, 2009

Game Edukasi, Media Belajar Kreatif dan Atraktif


Oleh: Restituta Ajeng Arjanti


Game bersifat adiktif, apalagi jika alur cerita dan tampilan visualnya menarik, bisa bikin gamer betah berlama-lama duduk dan menatap layar komputer hingga lupa makan dan minum.


Ada banyak genre game. Di antaranya game aksi petualangan, simulasi, strategi, musik, dan role playing game (RPG). Ada pula game yang dimainkan secara keroyokan lewat internet, istilahnya massive multiplayer online game (MMOG). Contohnya seperti Neverwinter Nights dan Ragnarok. Hingga kini, makin banyak game MMOG yang digandrungi oleh para gamer Tanah Air―sayangnya, mereka bukan asli buatan dalam negeri.


Game yang Mendidik


Selain memberikan hiburan, sebenarnya ada nilai positif yang diberikan oleh game. Game—baik yang bersifat hiburan atau edukasi—memaksa orang untuk kreatif, berpikir taktis, dan belajar mengatur strategi.


Ketimbang game hiburan, game edukasi terlihat lebih menonjol dalam industri game nasional. Jika Anda mampir ke toko buku yang besar, misalnya, Anda dapat melihat beragam judul game edukasi dipampang di etalasenya, bersanding dengan judul-judul game dan film edukasi impor (atau terjemahan). Sebagai contoh, sebut saja seri “Ruru: Magic Math”, “Belajar Berhitung 123”, dan seri “Belajar Mandarin Bersama Tingkat Dasar” besutan Elex Kids, salah satu pengembang game edukasi dalam negeri.


Meski game edukasi terlihat kurang mendapat perhatian pasar, fakta tersebut setidaknya sudah cukup menunjukkan bahwa game edukasi lokal sudah cukup diterima oleh masyarakat. Hal ini juga diakui oleh Andi Suryanto, Direktur PT Lyto Datarindo Fotuna (Lyto), perusahaan yang fokus mendistribusikan beberapa online game populer seperti Ragnarok Online, GetAmped-R, Seal Online, dan Perfect World.


Menurut dia, hal utama yang perlu dilakukan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap game edukasi lokal adalah dengan melakukan pemasaran dan pendekatan yang lebih umum. Misalnya dengan mengadakan pameran atau membuka showroom di mal, seperti yang dilakukan oleh Lyto.


Meski fokus dengan bisnis online game asal negeri orang, Lyto juga ikut mendukung perkembangan industri game nasional dengan mengembangkan konten buatan lokal. Contohnya bisa dibuka di situs komunitas online Akucintasekolah.com dan situs music game Idol-street.com. Saat ini, Lyto juga tengah mengusahakan kerja sama dengan pengembang game lokal untuk mengembangkan game sendiri.


FGEAI 2008: Promosi Game sebagai Sarana Belajar Efektif


Meski banyak orang lebih mengenal game sebagai hiburan, Koordinator Sinergi Kementerian/Lembaga Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas, Didik Sulistyanto, mengakui game merupakan sarana belajar yang efektif dan efisien. Game dan animasi akan mempermudah siswa mengingat dan mengimplementasikan pelajarannya. Contohnya, menggunakan animasi 3D, mahasiswa Teknik Mesin bisa membuat mesin mobil tanpa perlu membongkar-pasang mobiltak ada risiko dan kerugian apapun. Begitu juga dengan mahasiswa Kedokteran. Mereka bisa menggunakan animasi 3D untuk memelajari anatomi tubuh manusia, melakukan simulasi operasi sebelum memraktikkannya pada mayat, dan sebelum mereka akhirnya siap mempraktikkan ilmunya secara langsung untuk melayani masyarakat.


Didik menyampaikan, industri game Tanah Air sudah menunjukkan perkembangan pesat, khususnya di bidang animasi yang menunjang teknologi game. Bukan tanpa alasan ia bicara begitu. Ia bercerita, "Bibit-bibit unggul (di bidang game dan animasi) dari berbagai propinsi di Indonesia bisa dilihat dari Festival Animasi tahun 2007 hasil sinergi Depdiknas dan Depbudpar yang diadakan di 5 propinsi—Jabar, Jateng, Jatim, DIY, dan Bali.” Menurut dia, hasil animasi yang dihasilkan oleh siswa, mahasiswa, dan peserta umum yang ikut dalam festival tersebut adalah luar biasa.


Untuk mengulang sukses festival tahun 2007, tahun ini 6 departemen dalam negeri—Depdiknas, Depbudpar, Depkominfo, Depperind, Kementerian Ristek, dan Departemen Agama—bekerja sama dengan Southeast Asian Ministers of Education Organization (Seamolec) dan Asosiasi Industri Animasi & Konten Indonesia (AINAKI), menghelat Festival Game Edukasi & Animasi Indonesia (FGEAI) 2008. Lewat event yang digelar selama periode Maret-November 2008 itu, sedikit banyak kita bisa melihat perjalanan industri game edukasi dan animasi nasional.


Tantangan


Kenapa game hiburan (non-edukasi) lebih populer ketimbang game edukasi? "Itu dikarenakan game hiburan sangat mudah diserap oleh pasarnya", jawab Didik. Menurutnya, untuk memopulerkan penggunaan game edukasi, game harus dibuat menarik lebih dulu agar jumlah penggunanya bertambah, dan pasarnya akan berkembang dengan sendirinya. Festival Game Edukasi dan Animasi Indonesia 2008 sendiri diadakan sebagai salah satu cara untuk memopulerkan penggunaan game edukasi di kalangan masyarakat.


Andi juga mendukung pendapat tersebut. Katanya, “Bagi gamer, bukan faktor apakah game itu buatan dalam atau luar negeri yang paling utama, melainkan fitur apa yang ada dalam game itu.” Game yang menawarkan fitur menarik—dengan alur cerita dan animasi visual yang atraktif—tentu banyak peminatnya.


Tantangan terberat untuk mengembangkan industri game dalam negeri adalah untuk menyadarkan masyarakat untuk ikut berperan mengembangkan industri tersebut. Misalnya untuk memperkenalkan, memromosikan, dan merekomendasikan produk-produk lokal, di pasar dalam dan luar negeri. Banyak masyarakat kita sendiri belum mengapresiasi para kreator game dalam negeri, padahal Indonesia punya potensi SDM yang besar untuk mengembangkan dunia game dan animasinya.


Selain itu, kurangnya proteksi hak cipta terhadap para pengembang game ikut mengganjal kemajuan industri game nasional. “Seperti yang kita tahu, persentase pembeli CD game bajakan sungguh luar biasa. Hal seperti ini yang menyulitkan pengembang game indonesia untuk mulai membangun industri di sini,” kata Andi. Menurutnya, untuk memajukan industri game dalam negeri, kita juga harus menghargai para pencipta dan pengembang game lebih dulu.


"Potensi para pencipta, pengembang, dan pelaku industri game Indonesia sangat besar", kata Didik. Kendati demikian, pemerintah masih perlu bersinergi dan punya komitmen untuk ikut mendukung mutu SDM, khususnya di bidang game dan animasi. “Harapannya supaya industri game dalam negeri bisa menjangkau jenjang ASEAN”, tambahnya.


Artikel ini dibuat untuk QBHeadlines.com.



Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home