Monday, January 12, 2009

Crayon's Craft & Co, Saluran Hobi Bikin Miniatur yang Menghasilkan

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Coba lihat gambar di samping. Apa mangkok-mangkok berisi mie bakso itu mengundang selera makan Anda? Perlu Anda tahu, mie bakso di mangkok-mangkok itu bukan mie bakso betulan, melainkan hanya replikanya. Sangat mirip dengan aslinya, bukan? Itulah salah satu produk unik yang dijual oleh Crayon's Craft & Co, usaha kreatif asuhan Syumeiraty Rashando yang berbasis di Jl. Aceh 15, Bandung.

Penyaluran Hobi

Bisnis membuat miniatur sudah dilakoni oleh Syumeiraty Rashando, akrab dipanggil Yoyong, sejak tahun 2004, bersamaan dengan saat ia mendirikan toko bahan prakaryanya, Crayon's Craft & Co (Crayon's).

Sebelum mendirikan Crayon's, pada 1995 Yoyong pernah menjalani bisnis giftshop, menjual pernak-pernik hadiah dan aksesoris. Sayang, banyak bisnis serupa bermunculan. Persaingan yang sangat ketat menyulitkannya mengembangkan bisnis tersebut. Akhirnya, ia menutup gitfshop dan memutuskan untuk mendirikan Crayon's dengan konsep bisnis yang unikmenjual bahan-bahan prakarya dan memberi kursus prakarya gratis bagi para pembeli bahan di tokonya.

Menurut Yoyong, tujuan awalnya membuka Crayon's Craft & Co simpel, untuk menyalurkan hobi sambil mendapatkan penghasilan tambahan. Bisnis membuat miniatur dari clay (tanah liat sintetis, biasa juga disebut malam atau lilin plastik) pun diakui Yoyong sebagai perpanjangan hobinya.

Kegiatan membuat miniatur mulai ditekuni Yoyong saat baru melahirkan anak keduanya. Bosan tak ada yang dikerjakan di rumah, ia membuka-buka buku tentang prakarya dan memutuskan untuk membuat miniatur makanan khas Indonesia dari clay. Saat itu, miniatur semacam itu belum ada.

Selain hobi membuat pernak-pernik dan prakarya, ibu dua anak ini gemar traveling. Hobi itu tak disia-siakannya untuk menambah wawasan yang berhubungan dengan bisnisnya. Yoyong mengaku, biasa membeli buku tentang prakarya dan barang-barang kerajinan tangan yang unik sebagai oleh-oleh traveling.

Buku-bukunya, jumlahnya kini sudah seruangan penuh dan disimpan dalam perpustakaan di toko Crayon's, memberi inspirasi untuk meciptakan prakarya yang unik. Kerajinan-kerajinan tangan yang dibelinya dari luar negeri juga tak hanya dijadikan sebagai pajangan. Sekembalinya ke Tanah Air, Yoyong selalu mencoba mencontoh membuat kerajinan yang sejenis, namun dengan ciri khas Indonesia.

Siapa sangka hobinya itu bisa membawa Yoyong menjalani bisnis yang penuh passion sekaligus menghasilkan? Crayon’s kini memiliki omset sedikit di bawah Rp100 juta per bulan dan mampu menghidupi 20 orang karyawan. Wanita kelahiran 1 April 976 ini mengungkap, ia merintis Crayon’s dengan modal awal Rp20 jutaan dan 5 orang karyawan. Ia menilai omset bisnisnya sudah cukup bagus, meski masih di bawah target.

Sukses dengan Perjuangan

Sukses yang dirasakan Yoyong dan Crayon's tidak diperoleh tanpa perjuangan. Yoyong bercerita, di tahun pertamanya membuka Crayon's di Jl. Aceh 15, Bandung, ia merasakan kesulitan luar biasa. Lokasi yang sepi dan terpencil memaksa dia dan para karyawan berjuang keras untuk berpromosi. Ternyata, menyediakan pelatihan gratis pun tidak serta merta membawa banyak pengunjung masuk ke tokonya.

“Awalnya banyak yang ragu kami menyediakan kursus gratis. Tapi akhirnya, dari promosi yang kami lakukan lewat brosur dan iklan-iklan di mobil, ada juga yang mau melihat. Dari situ, makin banyak orang yang datang karena tertarik dengan konsep (belajar gratis) yang kami tawarkan,” tutur Yoyong. Jika mudah putus asa, tentu ia tak akan bertahan dan menyicip sukses seperti sekarang.

Hingga kini, cukup banyak prestasi yang diraih Yoyong. Pada 2006, ia mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai pemrakarsa pembuat miniatur gerobak makanan khas Indonesia. Tahun lalu, miniatur warung Dji Sam Soe buatan Yoyong menyabet penghargaan Dji Sam Soe Award 2007. Tak hanya itu, karya miniaturnya juga telah dua kali berturut-turut meraih penghargaan Indonesia Good Design pada 2006 dan 2007. Terakhir, pada perhelatan Inacraft 2008, akhir April lalu, Yoyong juga mendapat penghargaan Femina Choice Award atas desain produk miniaturnya.

Disukai Para Kolektor

Produk miniatur bisa dibilang sebagai produk populer di toko Crayon's. Harga jualnya berkisar antara Rp250.000 hingga Rp5 juta, tergantung pada tingkat kerumitan pengerjaan dan ukuran miniaturnya. Makin besar ukuran dan makin banyak ragam isi miniatur, akan makin mahal harganya. Kalau mau, pembeli bisa membuat pesanan khusus.

Selama 4 tahun belakangan, Sudah banyak ragam miniatur gerobak dan replika makanan yang dibuat Yoyong. Satu hal yang membuatnya bisa berbangga, Presiden pun mengoleksi beberapa miniatur buatannya.

“Pak SBY itu kolektor miniatur. Sudah ada beberapa miniatur saya yang dibelinya. Ada yang dibeli di pameran, ada juga yang dibeli di toko Crayon's. Waktu pameran Inacraft kemarin, beliau juga beli miniatur kios toko dan warung rujak asinan Bogor. Pak SYB menolak waktu saya mau kasih miniaturnya, dia penginnya beli,” tutur Yoyong.

Selain Presiden, orang asing, terutama asal Jepang, juga tertarik untuk mengoleksi miniatur buatan Yoyong. Ia bercerita, miniatur pasar tradisional pertamanya—berisi sayur-sayuran lengkap dan sembako—dibuat berdasarkan pesanan dari seorang Jepang. Yoyong akhirnya membuat beberapa miniatur pasar tradisional yang serupa―satu untuk si orang Jepang, sisanya untuk dijual di tokonya. Tak disangka, miniatur pasar tradisional ternyata disukai.

Bagi Ilmu Gratis

Tak hanya menjual bahan-bahan prakarya, Crayon's juga membagikan ilmu secara gratis bagi siapa saja yang membeli bahan di sana. Konsep bisnis ini menarik―selain ingin berdagang, Yoyong juga ingin beramal. Ia ingin orang-orang yang mengunjungi tokonya bisa mendapat wawasan dan keahlian sebagai bekal mereka merintis usaha.

Program bagi ilmu gratis lewat kelas-kelas pelatihan sudah dimulai sejak awal Crayon's berdiri. Hingga kini, sudah banyak kelas yang dibuka, di antaranya kelas menyulam (sulam payet dan sulam pita), kelas merajut (hakken dan rayen), kelas prakarya clay (clay miniatur dan clay boneka), serta kelas aksesori fesyen. Kini, total ada 8 karyawan dengan keahlian yang berbeda-beda yang menangani kelas-kelas itu.

Menurut Yoyong, tiap kelas punya penggemar masing-masing. “Umumnya, anak-anak lebih suka belajar bikin prakarya clay, remaja lebih suka bergabung di kelas rajutan brayen karena bisa membuat topi dan syal sendiri, sedang kelas rajutan hakken biasanya dipilih orang-orang yang agak tua.”

Bukan hanya pengunjung toko saja yang diberinya ilmu, karyawannya juga. Yoyong berkisah, karyawan-karyawan Crayon's, termasuk para pengajar kursus, awalnya tak tahu apa-apa tentang handicraft. Supaya mereka punya pengetahuan dan keterampilan yang menunjang bidang usaha yang dirintisnya, Yoyong memfasilitasi mereka dengan buku-buku.

“Saya kasih mereka buku untuk belajar. Bidang keahliannya sengaja dibedakan supaya mereka benar-benar menguasai satu keahlian. Saya sendiri hanya menguasai prakarya dengan clay, tak bisa merajut”, tutur Yoyong.

Sebagai enterpreneur muda, Yoyong ingin para karyawannya pun diuntungkan dan punya wawasan luas tentang handicraft. Ia tak menutup kemungkinan jika mereka ingin membuka usaha kerajinan sendiri berbekal keterampilan yang mereka dapat dari buku-buku yang diberikannya.

Saat ini, meski usahanya tengah berkembang, Yoyong mengaku belum berencana untuk membuka gerai baru di lokasi lain. Kendati demikian, ia sangat ingin untuk memperluas usahanya itu, dan melengkapi Crayon's Craft & Co dengan lebih banyak bahan kebutuhan prakarya.

Artikel ini dibuat untuk QBHeadlines.com.



Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home