Monday, January 12, 2009

Wahyu Aditya: Jadi Animator Berkat Pak Tino Sidin

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Wahyu Aditya namanya, pria kelahiran Malang, 4 Maret 1980, pendiri dan kepala sekolah Hello;Motion, salah satu sekolah desain dan animasi dalam negeri yang berbasis di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Tahun 2000, ia lulus dengan predikat terbaik dari KvB Institute of Technology, Sydney, Australia, tempatnya menggali ilmu multimedia. Sejak itu, penghargaan-penghargaan lain menyusul langkahnya di dunia grafis dan animasi.

Hobinya menggambar menuntunnya untuk menekuni bidang grafis dan animasi. “Gara-gara tontonan jaman dulu, Pak Tino Sidin, saya suka menggambar. Mungkin kalau dulu tontonan saya BJ. Habibie, saya bisa jadi insinyur”, canda pria yang akrab disapa Adit ini.

Selain pernah menggarap sederet iklan produk dan layanan—seperti iklan Lifebuoy, Teh Botol, PLN, Busway, kampanye Pemilu, Jakarta International Film Festival (JIFFEST), dan Pertamina—Adit juga pernah menyumbang animasi berdurasi 10 menit di acara “Dunia Dea”. Namun sayang, rating acara yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi nasional itu kurang bagus, hingga akhirnya projek eksperimental itu tak dilanjutkan.

Hello;Motion dan Hello;Fest

Pada 8 April 2004, bermodal pinjaman Rp400-an juta dari bank, Adit mendirikan Hello;Motion (bisa ditulis hello;motion), sekolah yang bergerak dalam pendidikan animasi dan sinema.

“Waktu itu, belum ada sekolah animasi”, itulah alasannya mendirikan Hello;Motion School. Ia yakin, dengan mendirikan sekolah animasi, konten animasi lokal di televisi dalam negeri bisa bertambah dan industri animasi dalam negeri bisa lebih maju.

Hello;Motion membuka empat kelas yang masing-masing berdurasi tiga bulan, yakni kelas motion graphic, digital movie making, editing, dan animation making. Menurut Adit, motion graphic adalah kelas favorit yang paling cepat mengumpulkan murid di sana.

Jumlah siswa di tiap kelas dibatasi maksimal 10 orang. Dengan biaya sekolah Rp3.850.000,-, tiap siswa difasilitasi satu unit komputer, kurikulum yang sesuai, dan bimbingan dari mentor. Mereka juga dibekali dengan sertifikat dan informasi mengenai industri animasi dan peluang kerjanya.

Selain membuka program sekolah, Hello;Motion juga secara teratur—satu kali setahun, sejak tahun pertama sekolah itu didirikan—menggelar Hello;Fest Motion Picture Arts Festival sebagai ajang apresiasi animasi Indonesia di kancah nasional. Untuk menghelat acara tersebut, Hello;Motion biasa bekerja sama dengan komunitas animasi, pemerintah, media, dan sponsor-sponsor lainnya.

Adit bercerita, pengunjung Hello;Fest total bisa mencapai 3.000 orang, dengan jumlah peserta kontes 150-an orang. “Konsep kami agak beda. Hello;Fest cuma diadakan satu malam. Cara nontonnya seperti nonton konser musik”, katanya. Bayangkan, 3.000 orang dalam satu gedung menonton film-film animasi singkat yang dilombakan—pasti seru.

“In Rainbows”

Di tengah kesibukannya mengelola Hello;Motion—mengembangkan kurikulum, sistem organisasi, dan pendanaannya—Adit juga merepotkan diri dengan projek pribadinya. Salah satunya dengan ikut serta dalam kontes video musik animasi di situs aniBoom.com.

Kontes yang digelar sejak pertengahan Maret 2008 itu menjaring klip video animasi terbaik untuk lagu “In Rainbows” milik kelompok musik Radiohead. Dalam kontes tersebut, Radiohead dan aniBoom.com bertindak sebagai juri. Sepuluh semifinalis yang terpilih, masing-masing berhak mendapatkan 1.000USD dan berkesempatan untuk maju menjadi finalis dan memenangkan hadiah utama sebesar 10.000USD, akan diumumkan pada 6 Mei 2008. “Bismillah, mudah-mudahan menang”, ucap Adit berharap.

Adit mengaku tahu tentang kontes klip animasi itu dari pengunjung situs web dot-project.blogspot.com, blog yang dibuatnya sebagai salah satu bentuk pengajuan proposal projeknya. “Saya tahu aniBoom juga baru bulan ini (April)”, aku Adit sambil tertawa. Bicara soal jumlah animator dalam negeri yang kerap ikut serta dalam kontes semacam ini, ia menjawab, “Masih tidak lebih dari 20 animator, kayaknya.”

Ini bukan kali pertama Adit menjajal kemampuannya di kancah luar negeri. Sekitar tahun 2007, dia pernah mengerjakan projek animasi pendidikan untuk ASEAN. Animasi berdurasi 5 menit yang dibuatnya itu bertujuan untuk mensosialisasikan arti dan fungsi ASEAN dari sudut pandang anak SD dan SMP. Selain itu, namanya pun sudah eksis di kancah internasional—terbukti dengan penghargaan yang diraihnya pada tahun 2007, sebagai pemenang International Young Creative Entrepreneur of The Year dari British Council untuk kategori desain dan film.

Animasi Indonesia

Tentang industri animasi Tanah Air, Adit berpendapat, “Animasi kita masih kalah jauh dari Korea, China, dan India; tapi bisa mengungguli negara-negara tetangga seperti Brunei Darussalam misalnya. Animasi di Indonesia secara industri masih di kategori periklanan. Untuk industri layar lebar atau TV masih banyak PR yang harus dikerjakan.”

Menurut Adit, ada banyak sebab yang membuat industri animasi dalam negeri bergerak lambat. “Animator belum punya pengalaman, pemerintah tidak tahu bagaimana cara membantu mereka, tidak ada asosiasi, masyarakat masih ragu akan kemampuan animator indonesia, begitu juga investornya, dan tidak ada badan pemerintahan yang mengerti masalah animasi”, katanya. Intinya, Indonesia masih kurang jam terbang di bidang animasi.

Meski baru beberapa, sudah ada animator dalam negeri yang eksis dan ikut berkiprah dalam projek milik studio animasi luar negeri. Menanggapi itu, Adit mengungkapkan bahwa hal itu adalah inisiatif yang bagus dari pihak swasta. “Cuma, dari sisi nasionalisme, ya sayang saja kalau banyak animator bagus dibajak oleh luar negeri”, katanya. “Tapi kalau memang dari awal misinya hanya sebagai batu pijakan untuk membangun animasi indonesia, itu oke banget.”

Artikel ini dibuat untuk QBHeadlines.com.


Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home