Monday, January 12, 2009

BlankOn Linux 3 “Lontara”, Linux Cita Rasa Indonesia

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti


Minggu (27/4) lalu, Yayasan Penggerak Penggerak Linux Indonesia (YPLI) dan Komunitas Ubuntu Indonesia merilis distribusi BlankOn Linux versi 3.0 yang diberi nama "Lontara".


Linux sebagai alternatif bagi pengguna yang emoh menggunakan sistem operasi berbayar ternyata cukup diminati di Indonesia. Pun komunitasnya di dalam negeri cukup aktif mengembangkan distro yang sesuai bagi pengguna Indonesia. Ini terbukti dengan kemunculan BlankOn Linux, hasil pengembangan secara terbuka oleh YPLI dan komunitas Linux Indonesia sejak tahun 2004.


BlankOn Linux


Ketua YPLI, Rusmanto, menjelaskan sedikit tentang sejarah pengembangan BlankOn Linux. Mulai dikembangkan pada 2004, BlankOn Linux versi 1 dirilis pada 2005 sebagai turunan dari Fedora Core 3. Setahun kemudian, update-nya, versi 1.1, menyusul.


Pada 2007, BlankOn Linux 2 dirilis dengan nama sandi “Konde”. Menyusul Konde, akhir April lalu BlankOn Linux 3 alias Lontara akhirnya dirilis bagi pengguna Linux Tanah Air. Berbeda dengan versi pertama, oleh YPLI dan Komunitas Ubuntu Indonesia, Konde dan Lontara dikembangkan sebagai turunan dari Ubuntu. Lontara sendiri dikembangkan dari Hardy Heron, Ubuntu paling gres yakni versi 8.04.


Dari sekian banyak distro Linux, kenapa memilih Ubuntu sebagai “akar” Konde dan Lontara? Disodori pertanyaan tersebut, Rus—sapaan akrab Rusmanto—menjawab, “Karena komunitas Ubuntu adalah yang terbesar di seluruh dunia dan paling diminati, termasuk di Indonesia. Selain itu, dukungan dan promosi dari perusahaan pengembang Ubuntu, Canonical Ltd., juga sangat besar.”


Perlu Anda tahu, distribusi Ubuntu memang cepat dan mudah. Pengguna yang tertarik bisa mengunduh Ubuntu dari situs pengembangnya secara gratis, atau memesan CD instalasinya dengan cukup membayar ongkos kirimnya.


Distro Nasionalis


Rasanya tak salah jika kita menyebut BlankOn sebagai distro Linux nasionalis. BlankOn (dibaca blangkon, tutup kepala pria, bagian dari pakaian adat Jawa) memang mengusung ciri nasional, khas Indonesia. Itu bisa dilihat dari penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama, logo yang bergambar blangkon, dan nama sandi yang diberikan untuk BlankOn Linux 2 dan 3 (Konde dan Lontara).

Menurut Rus, untuk BlankOn 3, kata “Lontara” diambil dari nama aksara tradisional Bugis, Makassar. Agar ciri Indonesia makin tampak, Lontara juga menampilkan background atau theme bergambar perahu layar Phinnisi asal Makassar.


Lebih Baik


Secara umum, tampilan Lontara tak jauh dari Ubuntu. Yang membuatnya tampil sedikit beda adalah background perahu Phinnisi-nya. Versi sebelumnya hanya menampilkan background yang polos. Lalu, apa kelebihan BlankOn Linux 3 ketimbang dua kakaknya?


Lontara hadir dengan dua opsi, versi minimalis dan versi standar. Beda dengan BlankOn Linux 1 dan 2 yang hanya dirilis dalam satu versi, standar.


Apa yang membedakan kedua versi tersebut? “Versi minimalis bersifat lebih ringan daripada versi standar dan mendukung pemakaian di komputer-komputer lama”, jelas Rus. Yang dimaksudnya sebagai komputer lama adalah komputer dengan spesifikasi rendah, misalnya komputer yang memiliki RAM 128MB. “Versi standar bisa berjalan di komputer yang lebih modern, yang spesifikasinya lebih tinggi, minimal pada komputer dengan RAM 256MB”, Rus menambahkan.


Inilah kelebihan paling menonjol yang membedakan Lontara dengan dua pendahulunya: ia menawarkan kemudahan dalam mengakses fitur multimedia. Penggunannya bisa dengan mudah memutar DVD, atau memutar file MP3 dengan aplikasi Rythm Box. Selain itu, Lontara juga dilengkapi dengan peranti lunak akuntansi dan project management. Semua peranti itu dibundel dalam CD Lontara dan bisa diinstal ke dalam komputer—sangat sesuai dengan pengguna Indonesia yang tak mau repot mengunduh aplikasi lewat internet.


Daluang


Daluang menambah daftar keunikan Lontara. Aplikasi ini—saat ini masih bersifat trial—mirip dengan kamus online Wikipedia. Fungsinya untuk membantu pengguna melakukan pencarian informasi. Namun, untuk menggunakan Daluang, pengguna Lontara tak perlu terhubung dengan internet. Mengusung ciri Indonesia, selain menampilkan bahasa Indonesia, Daluang juga menampikan beberapa versi bahasa daerah. Di antaranya bahasa Jawa dan Sunda.


Berhubung sifatnya yang tidak online, akses Daluang sepertinya dapat terbentur masalah update—tidak seperti Wikipedia yang bisa di-update oleh siapa saja dan update-nya bisa diakses siapa saja. Update Daluang masih bergantung pada pihak pengembang. Rus menyampaikan, mungkin, jika ada, update dari aplikasi ini akan didistribusikan untuk diunduh via situs web BlankOn.


Daluang hanya ada pada Lontara versi minimalis Alasannya, menurut Rus, versi “light”—merupakan versi standar minus beberapa aplikasi dan fungsi—masih bisa dimasuki dengan aplikasi baru (Daluang). Sedangkan versi standar sudah terlalu penuh sehingga tak bisa ditambahi aplikasi lain lagi.


Open Source (Semoga) Makin Mantap


Rusmanto menyampaikan, untuk memromosikan BlankOn Linux, YPLI melakukan roadshow dan menyebarkan CD ke seluruh Indonesia—kecuali wilayah Irian yang belum terjangkau. Dalam waktu dekat, YPLI akan mengadakan roadshow ke wilayah Sulawesi Tenggara, Banda Aceh, dan Nusa Tenggara Barat.


Kehadiran BlankOn Linux 3 yang sudah lebih matang semoga makin memantapkan gerakan open source di Tanah Air. Antarmuka yang makin ramah seharusnya bisa mendorong para pengguna komputer untuk beralih dari sistem operasi tertutup dan berbayar—apa lagi yang bajakan—ke sistem terbuka dan lebih murah.


Anda tertarik untuk menjajal Lontara, sekalian menyukseskan program open source? Kalau iya, Anda bisa mengunduhnya dari www.BlankOnLinux.or.id.


Artikel ini dibuat untuk QBHeadlines.com.



Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home