Wednesday, March 21, 2007

Bisnis Layanan Online Generasi Kedua


Bagi yang merasa belum ngeh apa itu Web 2.0, coba buka situs-situs seperti Google, Yahoo, Amazon, dan eBay. Mereka disebut-sebut sebagai the four horsemen of Web 2.0, atau kalau diterjemahkan artinya kira-kira adalah empat perusahaan yang dianggap paling sukses mengaplikasikan prinsip-prinsip Web 2.0.

Saking suksesnya, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang sungguh-sungguh inovatif di kancah World Wide Web. Mereka tidak sekadar menyediakan segala tetek bengek informasi, tapi informasi tersebut sebenarnya dihimpun dari konsumen mereka sendiri, alias kita-kita ini. Tak heran isu pelanggaran privasi acap kali melanda perusahaan-perusahaan tersebut.

Google misalnya, menawarkan banyak sekali layanan khas Web 2.0 seperti Blogger, Adsense, Maps, Search, Base, Gmail, GTalk, Reader, dan Statistics. Yahoo juga demikian melalui layanan Mail, Music Downloads, Maps, serta Flickr dan Del.icio.us. Amazon menyediakan program Affiliates, Reviews, People Who Bought This Also Bought..., dan Mechanicel Turk. Sedangkan eBay kini makin populer saja lewat layanan jual-belinya.


Apa Sih Web 2.0?

Masih belum ngeh juga, apa itu Web 2.0? Kali pertama, adalah O’Reilly Media yang memperkenalkan istilah Web 2.0. Ya, istilah tersebut dipilih sebagai judul untuk serangkaian konferensinya pada tahun 2004.

Istilah Web 2.0 dipakai untuk menggambarkan layanan-layanan berbasis Web generasi kedua yang khususnya menekankan pada kolaborasi online dan sharing antarpengguna.

Ada yang bilang, kalau Web 1.0 alias generasi Web yang pertama sifatnya komersil, sedang Web 2.0 sifatnya kolaboratif. Dari misinya saja, kelihatan kalau si generasi kedua lebih peduli terhadap kebutuhan konsumen.

Yahoo membeli Flickr, layanan sharing foto via Web yang tadinya dibuat sebagai satu wadah komunitas. Google mengakuisi Blogger, penyedia kotak curhat dan wadah penyimpan pengetahuan di Internet. Kenapa?

Dunia komputer telah mengalami sebuah revolusi, dan ini bisa dilihat dengan makin bakunya penggunaan Internet sebagai sebuah platform. Hal ini pula yang ingin ditunjukkan oleh konsep Web 2.0—sebuah perubahan yang signifikan dari fungsi Web, mulai dari yang tadinya hanya digunakan sebagai sebuah repositori dan penampil informasi dari satu sisi (perusahaan penyedia layanan berbasis Web) menjadi sebuah sistem yang melibatkan konsumen.

Web 2.0 menempatkan konsumen yang notabene adalah para pengakses layanan Internet ditempatkan sebagai aktor utama yang akan menyumbangkan kontribusinya di situs-situs yang bisa diakses oleh siapa saja. Contoh situs yang bisa kita lihat saat ini, yang sudah mengadopsi konsep Web 2.0, ya situs-situs Blog macam Blogger dan Wordpress, situs-situs pertemanan macam MySpace dan Friendster, situs-situs “wiki” macam Wikipedia yang menempatkan para pengaksesnya juga sebagai kontributor dan editor konten situs mereka, serta situs-situs yang sudah menyediakan fungsi podcast dan RSS feeds.


Karakteristik Web 2.0

Supaya lebih gampang lagi mengenalinya, ada dua karakteristik penting Web 2.0. Pertama, teknologi ini merupakan medium dua-arah di mana konsumen memiliki peran ganda di dalamnya, yakni sebagai pembaca sekaligus penulis. Yang menjadi katalisator utama di sini adalah aplikasi-aplikasi sosial yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan kolaborasi antara dua orang atau lebih.

Karakteristik kedua, Web mesti dipandang sebagai sebuah platform yang memudahkan pihak pengembangnya dalam merancang aplikasi yang baru. Katalisator utama untuk bagian ini adalah antarmuka pemrograman aplikasi alias API (Application Programming Interfaces) yang memudahkan berlangsungnya komunikasi antara dua atau lebih aplikasi.

Masih belum ngeh juga, apa itu Web 2.0? Coba deh bikin Blog, atau jajal bikin akun di situs-situs gaul macam YouTube dan MySpace. Dengan begitu, Anda bisa tahu seperti apa rasanya jadi “juru kunci” layanan berbasis Web generasi kedua.


Kenapa Bisa Berhasil?

Internet mengalirkan beragam informasi ke hadapan orang-orang yang mengaksesnya. Ada orang yang suka mengais berita, ada yang hobi mengulik segala macam tip dan trik, ada pula yang mencari hiburan musik atau cuplikan film di Internet. Informasi bisa dari mana saja. Makin banyak (nara)sumbernya, makin bagus.

Sekarang, Internet tak hanya jadi media penyuguh informasi, tapi juga media pemancing informasi. Partisipasi dari konsumen, si pengakses layanan, menjadi kunci utama suksesnya bisnis Internet. Mari kita ambil satu contoh layanan berbasis Web 2.0 yang sukses—setidaknya untuk saat ini. YouTube.

Apa sih yang ditawarkan oleh YouTube? Utamanya adalah fasilitas file sharing. Saya suka lagu Silent Night versi Gregor Samsa yang musiknya lirih. Di mana saya bisa mencari MP3-nya di Internet? Saya harus gabung dengan situs yang menyediakan layanan file sharing, yang anggota-anggotanya ya seperti saya.

Saya punya lagu Silent Night-nya Gregor Samsa. Saya mau upload lagunya di YouTube supaya teman-teman saya, sesama pengakses YouTube, bisa mengunduh file musiknya. Konsep dasar yang simpel inilah—dari konsumen, untuk konsumen, dan oleh konsumen—yang membuat situs-situs Web 2.0 jadi populer. Intinya, kolaborasi antarpengakses.

(Restituta Ajeng Arjanti & Keshie Hernitaningtyas, Maret 2007)

GPS, Masa Depan Dunia Mobile

Aplikasi geografis. Itu yang jadi tren di dunia teknologi masa kini. Nggak hanya ditanam di kendaraan roda empat, aplikasi geografis pun sudah mejeng di ragam perangkat genggam paling gres macam ponsel dan PDA.

Nama teknologinya Global Positioning System, disingkat GPS. Sudah terlalu banyak orang yang meramalkan GPS bakal jadi masa depan dunia mobile telephony. Sekarang, GPS nggak lagi menjadi hal yang mengejutkan.

Ini cerita lama, enam tahun yang lalu, tentang mobil mewah atlet sepak bola dunia bergigi kelinci asal Brasil, Ronaldo, yang dirampas secara paksa oleh rombongan rampok bersenjata di jalanan Kota Rio de Janeiro, Brasil. Mobile sport BMW seri X5 berharga super-mahal itu dibawa kabur.

Melaporlah Ronaldo pada polisi setempat. Dalam waktu singkat—hanya hitungan jam—mobil itu berhasil ditemukan. Apa pasal? Adalah perangkat navigasi AVL (automatic vehicle location) berbasis aplikasi GPS yang jadi kunci penemuan itu.

AVL tampil dalam rupa layar monitor pada dashboard. Layar tersebut secara kontinu menampilkan peta lokasi sesuai dengan posisi mobil. Pengemudi selalu tahu dimana lokasinya, dan ke mana arah tujuannya. Selain jadi penunjuk arah dan peta lokasi, sistem berbasis GPS ini pun mampu jadi alat anti-maling. Hebat ya?

Dulu, perangkat-perangkat berbasis GPS hanya ditempelkan di kendaraan-kendaraan tempur. Bentuknya juga besar. Sekarang, unit GPS dibuat makin kecil, malah sangat kecil hingga bisa ditanam dalam handset. Saking kecil ukurannya, bahkan Casio pun berani menyisipkan aplikasi GPS ke dalam beberapa produk jam tangannya.

Sistem penunjuk alamat yang nggak kalah canggih dan mengundang decak kagum juga sudah dibuat oleh Google. Apalagi kalau bukan aplikasi Google Earth yang bisa menangkap, menyimpan, mengedit, menganalisa, dan mengatur denah lokasi seantero bumi. Nggak hanya menyajikan peta lokasi dan gambar tangkapan satelit, Google Earth juga mampu menyajikan gambar gedung dalam bentuk 3D. Mau ngintip alamat kampung kecil yang nyempil di pinggiran kota Jakarta pun bisa dengan Google Earth. Tinggal ketik alamat pencarian dan tekan opsi Search, Anda bakal dibawa ke daerah yang dicari. Kalau ingin, Anda juga bisa menyimpan hasil pencariannya. Hebat ya?

Tapi ada yang beda dari dua aplikasi tadi—AVL berbasis GPS sifatnya real-time, sedang Google Earth tidak berbasis GPS karena nggak real-time.

Sekarang, banyak manufaktur handset dan operator sudah membuat terobosan sistem tracking via GPS. Medianya adalah jalur komunikasi berbasis GSM. Nggak mesti Anda membeli perangkat AVL seharga ribuan dolar AS untuk tahu di mana Anda berada, dan ke mana arah tujuan Anda. Handset di kisaran harga 500-an dolar pun sudah ada yang dilengkapi dengan aplikasi GPS.

Pelan-pelan, masa depan perangkat mobile bergeser. Bukan hanya kecepatan transfer data yang diunggulkan, tapi juga kemampuan membaca lokasi secara real-time. Janjian ketemu teman di daerah antah-berantah? Punya handset ber-GPS, nggak perlu Anda mengintip dulu Google Earth demi mencari alamat dan mencetaknya untuk dibawa-bawa. Anda bisa membaca koordinat lokasi yang dicari lewat handset itu, dan mendapat informasi hangat yang real-time.

Kalau ada yang bilang GPS bakal jadi masa depan dunia mobile, ya nggak salah. Dengan makin lebarnya jalur koneksi (nggak hanya GPRS, tapi juga 3G), dan munculnya beragam handset yang mendukung sistem tracking, jelas GPS bisa jadi tren dunia mobile masa depan. (Maret, 2007)