Wednesday, February 01, 2006

Apa Kabar PDA?

PDA alias Personal Digital Assistant, merupakan produk mini yang sedikit banyak mampu menggantikan tugas sebuah PC. Tampil dengan ukuran mungil, masih bisa untuk digenggam, sebuah PDA menawarkan fleksibilitas dan mobilitas tinggi.

Ada berbagai macam sistem operasi yang ditanam dalam berbagai tipe PDA –misalnya Microsoft Pocket PC, Palm, atau Linux. Perbedaan mendasar dari dukungan sistem operasi yang diusung oleh mereka, utamanya, tampak jelas pada antarmuka yang ditampilkan. Fitur dan berbagai aplikasi yang bisa diinstal ke dalamnya pun berbeda, namun umumnya memiliki fungsi yang sama.

Ada banyak negara yang menjadi target pasar penjualan PDA, terlebih lagi di saat seperti sekarang ini, saat di mana masyarakat dengan tingkat mobilitas tinggi mencari pengganti PC sebagai asisten pribadi yang bisa dibawa ke mana-mana. Sebut saja pasar Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Pasifik –negara-negara maju yang bersahabat dengan teknologi, semua masuk dalam target penjualan PDA. Bahkan Indonesia pun dianggap sebagai pasar yang prospektif untuk penjualan perangkat genggam nan canggih tersebut.

Tergeser Smartphone

Meski PDA merupakan produk yang cukup populer, namun sudah cukup lama pula, penjualannya mengalami sedikit hambatan. Di pasar dunia, fenomena makin menyempitnya pasar PDA bukanlah hal yang baru. Dimulai pada tahun 2002, menurut data dari International Cata Corp (IDC) penjualan PDA di wilayah Asia Pasifik sudah mengalami penurunan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2001. Hal tersebut khususnya terjadi di Cina dan Korea, dau negara yang bisa dikatakan sebagai pasar tersebesar PDA.

Salah satu kasus adalah mulai ditariknya PDA-PDA dari pasar Amerika. Sebagai satu contoh berita menarik dilansir oleh The Register, Selasa lalu (19/10). Dikabarkan bahwa Sharp menarik produk PDA berbasis Linux miliknya, yang dinamai Zaurus, keluar dari Amerika –salah satunya adalah yang bertipe tipe SL-6000.
Anehnya, perangkat genggam yang dlengkapi dengan teknologi Wi-Fi tersebut baru beredar di Amerika selama kurang lebih lima bulan, terhitung sejak bulan April yang lalu. Sebelumnya, Sharp telah memutuskan lebih dulu penjualan produk Zaurusnya di daerah Eropa, yaitu sejak tahun 2003.

Rupanya Sharp ingin konsen ke pasar Jepang, bersaing dengan Sony dan Toshiba. Bahkan Sharp telah merilis Zaurus berdesain clamshell (flip). Tipe tersebut adalah SL-C3000. Dilengkapi dengan sebuah hard drive terintegrasi, rencananya PDA tersebut bakal dilempar khusus untuk pasar Jepang.

Zaurus SL-C3000 mengusung prosesor Intel Xscale PXA270 416MHz, dan dilengkapi dengan memori 64MB SDRAM, dan 16MB Flash ROM. Kapasitas hard drive yang disertakan di dalamnya adalah sebesar 4GB, bisa dikatakan sangat besar untuk sebuah perangkat genggam. Sayangnya, PDA tersebut hanya mendukung port infrared untuk koneksi datanya, minus teknologi Wi-Fi.

Apa kiranya yang menyebabkan penjualan PDA terus merosot? Salah satu alasannya adalah kemunculan ponsel-ponsel pintar alias smartphone. Dari penelitian yang dilakukan oleh IDC, diperoleh hasil bahwa satu setengah tahun belakangan ini, turunnya penjualan PDA berhasil mempengaruhi beberapa vendor untuk mempersempit pasar penjualan produknya. Hasil tersebut tampak dari tingkat penjualan PDA di kuarter ketiga tahun ini yang turun sebanyak 8,7 persen dibandingkan dengan tingkat penjualan pada kuarter ketiga tahun lalu.

Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan –rupanya fungsi PDA mulai tergeser oleh smartphone dan PDA phone yang sudah pasti menawarkan fungsi yang lebih banyak ketimbang PDA biasa, PDA tanpa fungsi komunikasi seperti pada ponsel.

Kita sudah mengenal berbagai nama yang bisa dikatakan sebagai pionir di bidang teknologi komunikasi. Kita bisa menyebut nama PalmOne, Sony, Dell, Mitac, O2 dan Hewlett Packard (HP) sebagai produsen PDA ternama, atau menyebut nama Nokia, Sony Ericsson, dan Motorola sebagai manufaktur ponsel yang juga memproduksi smartphone.

Di kelas PDA, PalmOne masih duduk di perangkat pertama dunia yang meraih jumlah pangsa sebesar 34,7 persen dari keseluruhan pasar. Setelah PalmOne, HP dengan iPAQ non-ponselnya duduk di peringkat kedua. Dell menempati posisi ketiga, Mitac di posisi keempat, dan Sony di posisi terakhir di daftar lima besar manufaktur PDA dunia.
Sebelumnya, Sony duduk pada posisi ketiga untuk pasar penjualan PDA. Namun karena penjualan produk PDA-nya menurun tajam hingga 81,5 persen pada kuarter ketiga tahun ini, posisi Sony kini berada di urutan kelima. Mungkin karena itu jugalah, Sony kemudian menarik produk-produknya dari pasar dunia dan berniat untuk berfokus di pasar Jepang saja.

Bagaimana dengan pasar PDA di Indonesia? Di sini, penggunaan perangkat genggam dengan fungsi PDA bisa dikatakan sudah menjadi hal yang wajar. Bukan hanya kalangan profesian dan pelaku bisnis yang menggunakan PDA, kalangan masyarakat kampus (mahasiswa) pun sudah banyak yang menggunakannya.

PDA menjadi begitu populer, terutama bagi para mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer. Tak heran jika pasar PDA Indonesia dikatakan prospektif –ada harapan untuk bisa meningkat tajam. Meski begitu, ada beberapa pertimbangan yang mengarah ke tren berlaku pada kondisi pasar PDA kita. Pertama adalah teknologi dan fungsi, dan kedua adalah bentuknya.

Ada anggapan, perangkat genggam tanpa kemampuan berkomunikasi adalah perangkat yang kurang menarik. Daripada membeli sebuah PDA, apalagi yang memiliki kemampuan standar, lebih baik kita membeli sebuah smartphone –selain bisa dipakai sebagai partner bekerja, juga bisa digunakan untuk bertelepon. Tambahan lagi, ponsel-ponsel pintar dan PDA phone yang banyak beredar saat ini sudah dilengkapi fitur-fitur memikat sebagai nilai tambah, seperti kamera misalnya. Apalagi sih, yang diinginkan oleh para pengguna mobile, selain semua itu?

Untuk model, berhubung barang teknologi sudah menjadi komoditi fesyen, orang banyak mencari produk yang bentuk yang manis dan tipis. PDA-PDA model lama umumnya memiliki bentuk yang tebal, dan bobot yang lumayan –terasa di kantong. Sedangkan sekarang, sudah banyak smartphone yang menawarkan fungsi PDA hadir dalam bentuk yang lerbih langsing dan manis, pun muncul PDA-PDA phone yang multifungsi. Lirikan para pengguna teknologi ke arah PDA standar rasanya akan berpindah ke kedua produk saingan PDA –smartphone dan PDA phone.

Smartphone VS PDA Phone

Banyak orang mulai malas harus membawa dua perangkat genggam yang berbeda untuk menyimpan kontak-kontak personalnya –dalam hal ini ponsel dan PDA. Kalau ada yang memiliki dua fungsi dalam satu alat, plus tambahan fitur menarik seperti kamera, kenapa harus membeli yang terpisah?

Aplikasi utama yang harus hadir dalam sebuah PDA atau ponsel pintar adalah aplikasi PIM (personal information management). Tanpa fasilitas tersebut, sebuah perangkat genggam tak bisa disebut sebagai smartphone atau PDA. Vendor-vendor yang memiliki fitur PIM yang standar, umumnya bakal kalah bersaing di pasaran.

Perlu diingat, pengguna PDA, yang kebanyakan adalah kaum profesional, bukan hanya mencari fitur buku alamat yang bisa menampung banyak nama kontak, fungsi kalender, atau notepad pada perangkat pintarnya. Mereka pun mencari fungsi e-mail, fungsi pencatatan, koneksi ke Internet melalui browser yang mendukung, serta aplikasi untuk presentasi. Dengan teknologi yang ada saat ini, bahan presentasi bisa dibuat pada PDA, dan untuk membawakannya, PDA bisa langsung dihubungkan pada PC atau notebook melalui kabel yang mendukung atau aplikasi lain semacam Bluetooth.

Di Indonesia sendiri, terlebih tiga bulan belakangan ini, berbagai vendor melempar produk baru ponsel pintar dan PDA-nya ke pasar. Dimulai dari Sony Ericsson yang meluncurkan smartphone seri P terbaru andalannya, P910i, diikuti oleh Hewlett Packard yang meluncurkan PDA phone iPAQ seri 6365-nya, lalu Nokia membuat heboh pasar telekomunikasi dengan Communicator barunya, Nokia 9500, dan terakhir adalah O2 dengan PDA phone Xda IIs berwarna hitamnya. Motorola pun, di bulan Desember bakal merilis seri terbaru dari smartphone berbasis sistem operasi Microsoft-nya, MPX220 yang notabene adalah adik si MPX200.

Harga produk-produk tersebut cukup kompetitif. Mahal, sudah pasti, namun wajar untuk fitur-fitur dan keunggulan yang ditawarkan. Karena itu, besar kemungkinan PDA standar akan kehilangan daya tariknya, sedangkan bendera smartphone serta PDA phone makin berkibar di pasar Indonesia.

(Restituta Ajeng Arjanti, PCplus, Oktober 2005)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home